7/05/2009

Makom dalam Tasawuf

Penting untuk dipaparkan di sini, tasawuf itu bukan akhlakul karimah, bukan juga ilmu hikmah. Jadi kalau ada orang yang sehari-harinya berlaku sopan, sering menolong pada sesama atau yang lainnya itu belum tentu ahli tasawuf. Ada lagi orang yang sering menolong atau mengobati orang dengan ilmu hikmah yang ia miliki, itu juga belum tentu orang sufi. Ada juga orang yang rajin ibadahnya baik itu wajib atau sunat, salat malam tidak pernah terlewatkan, puasa sunat selalu dilaksanakan, dan sebagainya itu juga belum tentu ahli tawawuf atau orang sufi. Jadi yang bagaimana sufi itu ?.

Sufi adalah ilmu maqomatil qulub wa ahwaliha yaitu ilmu yang memberikan jalan agar hati atau ruhani mempunyai makom atau status. Dalam istilah tasawuf ada tujuh makom yang dapat memberikan status pada ruhani yang terdiri dari taubat, wara’, zuhud, sabar, fakr, tawakkal, ridha, mahabbah dan ma’rifat. Kesemua sifat tersebut dibagi menjadi tiga greate yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.

Takhalli. sebagai tahapan pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati sebagai langkah pertama harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi. Yang termasuk pada takhalli adalah taubat, wara’, dan zuhud.
Taubat merupakan tiket pertama ketika akan memasuki wilaya sufi. Setiap orang yang akan memperkaya hati dengan makom-makom kesufian maka harus diawali dengan taubat. Sikap dalam taubat ini harus diucapkan dalam hati yang tulus dan penuh keikhlasan, pengucapan secara lisan boleh-boleh saja, tapi taubat yang sebenarnya adalah dalam hati. Bertekad untuk berhenti dari perbuatan dosa, bertekad tidak mengulangi kembali dosa-dosa yang telah dilakukan, baik itu bersifat disengaja, khotoya, atau dosa-dosa lain yang tidak terasa, bertekad untuk memperbaiki diri dan sebagainya. Kemudian setelah mendapat makom taubat orang tersebut akan memasuki makom yang selanjutnya yaitu wara’. Adalah sikap selektif dalam segala tindakan yang akan dilakukan. Kalau orang sudah selektif, tidak asal makan, tidak asal pakai, tidak asal ngambil, atau dalam istilah jawa tidak sembrono. Itu berarti dirinya sudah dimasuki sifat wara’ atau selektif. Dalam pepatah disebutkan tinggalkan yang kamu ragu, ambil yang kamu tidak ragu, dan tinggalkanlah sesuatu yang tidak berguna atau tidak ada manfaatnya. Al Quran menyebutkan:

ولا تكف ما ليس لك به علم, إن السمع والبصروالفئد كل اولئك كان مسئولا

Jangalah kamu masuk ke wilayah yang kamu tidak ketahui....

Sikap selektif tersebut harus di lakukan dalam segala hal, berucap, bergaul, bersikap ataupun apa saja yang memberikan manfaat. Bukan berarti kita gak boleh berbisnis atau cari uang, carilah apa saja tapi harus selektif.

Setelah wara’nya melekat, maka akan timbul zuhud(asketis). Yaitu memandang rendah dan tidak terikat pada dunia. Dalam hal ini para sufi melihat dunia bukan hakekat tujuan manusia, ketika hati ini sibuk dengan kehidupan dunia, saat ditinggalkan akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, maka manusia harus melepaskan terlebih dahulu hatinya dari kecintaan pada dunia. Zuhud ini bukan berarti kita dituntut untuk miskin dan tidak mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi tidak ada keterikatan hati pada kekayaan tersebut. Boleh saja mobilnya banyak, rumah dimana-mana, tanah melimpah, istri banyak ataupun bentuknya, ketika ditinggal tidak merasa kecewa, gelisah, ataupun sedih.

Tahapan yang kedua adalah tahalli. Merupakan upaya pengisian hati yang telah dikosongkan. Hati yang telah kosong ini kemudia di isi dengan sabar, fakr, tawakkal, dan ridha. Sabar yaitu menerima atau menjalankan segala tindakan dengan hati ikhlas. Termasuk sabar juga kekuatan dan ketangguhan hati dalam mencegah terjerumusnya pada perbuatan dosa. Dalam al quran disebut kalau kamu mau membalas, tahanlah, dan memberikan maaf kepada manusia, kemudian orang yang menyakiti harus disikapi dengan baik atau ajak berdamai.

Setelah sabar, kemudian masuk ke makom fakr. Yaitu sikap perasaan hati yang tidak meyakini bahwa dalah hidup ini tidak ada satupun yang dimilikinya, semuah hanyalah titipan Allah. Pada hakikatnya semua harta yang kita miliki itu milik Allah. Siapa tau sekarang mengatakan rumah ini milik saya, besok sudah tidak bisa lagi mengatakan yang demikian. Allah mengatakan dalam al Quran wahai sekalian manusia kamu semua adalah fakir, dan yang kaya hanyalah Allah. Dan disebutkan juga dalam al Quran segala sesuatu akan mengalami kerusakan, dan yang kekal hanyalah Allah. Setelah sabar dan fakr melekat pada hati maka akan timbul ridha dan syukur.

Setelah tahap pengosongan dan pengisian, sebagai tahap ketiga adalah Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata’ala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridhoan-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur. Dalam tahapan yang ke tiga ini akan melahirkan mahabbah dan ma’rifat. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia.

Jadi tasawuf adalah upaya agar ruhani kita mendapatkan status di hadapan Allah. Kalau melihat prosedur tersebut memang berat, tapi kalau diikuti dengan hati ikhlas atas dasar kesadaran, itu semua terasa ringan. Untuk berlatih menuju makom sufi tersebut kita berupaya dalam sehari semalam ada pekerjaan yang diikuti dengan hati ikhlas. Biasanya selalu dendam dengan orang lain, coba upayakan untuk menahan kedendaman yang ditimbulkan oleh hawa nafsu. Bukan berarti hawa nafsu itu jelek, tapi kita harus berupaya menahan dan mengendalikannya sehingga tidak terjerumus pada prilaku yang negatif.

Dengan keadaan zaman sekarang yang semakin tidak karuan, tasawuf ini lebih dibutuhkan terutama di kalangan masyarakat perkotaan yang lebih mempunyai beban berat, banyaknya orang-orang stres, tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, dan lain sebagainya. Bagaimana nafsu kita tidak capek, tiap hari melihat barang bagus di iklan-iklan atau di tempat-tempat lain. Berbeda dengan keadaan di daerah yang suasananya masih alami bisa terukur dan dapat dikendalikan. Satu hal yang perlu di ingat adalah sikap yang diwanti-wanti oleh tasawuf itu adalah rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah, apabila sudah tidak mau bersyukur kata Allah uruslah dirimu sendiri.

Tidak ada komentar: