11/23/2010

Menjadi Haji Mabrur

Tidak terasa pelaksanaan ritual rukun Islam kelima telah usai, satu per satu jemaah haji pulang ke negara asal masing-masing dengan membawa oleh-oleh khas negara dimana Nabi Muhammad saw. dilahirkan. Tidak lupa titel haji pun mereka sandang.
Akan tetapi pekerjaan seorang haji tidak bebas tugas begitu saja, implementasi yang diharapkan dari pelajaran selama di tanah haram dapat diterapkan di lingkungannya paling tidak pada dirinya sendiri. Haji Mabrur, itulah inti pengharapan seorang hamba yang telah melaksanakan panggilan mulia tersebut.
Bagaimana tidak, karena haji diwajibkan bagi orang muslim yang mampu dan membutuhkan persiapan yang sangat matang. Pembiayaan yang cukup baik untuk orang rumah, di perjalanan, maupun saat tiba di tanah suci. Sesuai dengan firman Allah “mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”(QS:3:97).
Kata mabarur merupakan bentuk Isim Maf’ul dari kata dasar barro, yabirru artinya baik. Raghib Al Asfahani menerangkan dalam Al-mufradat fi gharibil qur’an, kata barro jika disandarkan kepada tuhan maka hasilnya adalah pahala artinya pahala tuhan untuk hambanya, sedangkan jika disandarkan kepada hamba maka artinya ketaatan yang mencakup pada dua dimensi yaitu i’tiqadi (niat) dan a’mali (perbuatan).
Isim maf’ul adalah objek, artinya seorang yang telah melaksanakan ibadah haji dituntut untuk menjadi agen penyebar kebaikan, dengan itu maka timbal baliknya adalah pahala dari Allah. Itulah sebabnya haji tidak hanya maqbul (diterima), tetapi juga mabrur yaitu mampu memeberikan implementasi kepada masyarakat sekitar.
Rasulullah saw. bersabda dari Abu Hurairah ra., ia berkata Nabi saw. pernah ditanya, amal perbuatan apakah yang paling utama? Beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan Rasulnya.” Ia bertanya: “kemudian apa?” beliau menjawab: “jihad di jalan Allah.”ia bertanya lagi. “kemudian apa?” beliau menjawab: “haji yang mabrur.” (HR. Bukhori Muslim).

Mengukur Haji Mabrur

Dalam menentukan kualitas haji seseorang hingga mencapai tingkatan mabrur, tidak bisa diukur dengan parameter wujud fisik, misalnya sekembali dari tanah suci lantas orang tersebut rajin pergi ke masjid, atau dengan pendekatan keseharian yang tidak biasa dari sebelumnya.
Tidak semua haji akan maqbul, akan tetapi setiap haji mabrur akan maqbul. Karena itu gelar mabrur adalah gelar khsus yang diberikan Allah kepada seorang haji yang telah siap dan mendapatkan mandat untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah segala kemungkaran di muka bumi ini.
Para ulama telah banyak berbicara tentang kriteria haji mabrur, hal ini juga berkaitan dengan cara pelaksanaan haji semasa di tanah suci. Pertama, ibadah haji itu dilandasi dengan niat yang ikhlas semata-mata mencari keridhoan Allah. Di dalam al qur’an Allah menyebutkan ada 2 ayat yang merintahkan kepada kita untuk melaksanakan ibadah haji karena Allah.
Ayat pertama “hanya karena Allah kita melaksanakan ibadah haji ke Baitullah“.
Ayat kedua “tunaikan haji dan umroh karena Allah dan hanya mencari keridhoan
Allah“
.
Kedua ayat tersebut merupakan gambaran sekaligus bentuk penegasan kepada kita, bahwa haji merupakan ibadah yang sangat vital dan bisa saja dilakukan tidak hanya karena Allah tetapi mengharapkan sesuatu yang lain dari itu, misalkan mendapat pujian dari masyarakat atau karena mendapat gelar “pak haji” atau “bu haji” belaka. Dari ayat itu pula kita bisa melihat bagaimana Allah menampakkan kasih sayangnya kepada manusia sebagai makhluk pemegang amanah sebagai khalifah, jangan sampai kita bersusah payah mengumpulkan uang bertahun-tahun untuk melaksanakan ibadah haji, kemudian kita sendiri yang merusak tujuan baik itu dengan niat yang tidak baik.
Kedua, ibadah haji itu dilaksanakan dengan Ittiba. Melaksanakan ibadah haji seperti yang dicontohkan oleh nabi. Ada saja ketika ibadah haji kita seperti yang dicontohkan seperti nabi kemudian ada orang yang berkomentar, “kalau begitu kita pakai unta“. Padahal yang diperintahkan ibadahnya bukan fasilitasnya. Nabi mengatakan “ambillah cara ibadah haji ku” di dalam hadits lain “barangsiapa yang melakukan satu amal yang tidak ada contohnya dari aku maka amal itu akan ditolak“.
Ketiga, ibadah haji dilakukan dengan kesabaran. Seperti yang kita saksikan, bagaimana beratnya perjuangan seorang hajj ketika umrah, thawaf, atau prosesi lainnya, ketika harus berdempetan antara haji satu dengan yang lainnya, belum lagi cerita yang keinjak-injak dan masih banyak kisah-kisah lainnya. Ibadah haji adalah ritual yang sungguh luar biasa dan bukan pekerjaan ringan, karena itu sudah pasti cobaan dan godaannya pun yang luar biasa pula.
Keempat, menjaga syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh syariat. Pelaksanaan manasik dengan benar, jangan sampai merusak tatanan yang berlaku. Bila terdapat pelanggaran maka harus membayar tebusan yang telah ditetapkan pula.
Kelima, pelaksanaan sunnah-sunnah dalam ibadah haji adalah bentuk pengembangan dari yang rukun dan yang wajib, sekalipun tidak mengganggu keabsahan haji. Pemanfaatan peluang yang Allah berikan kepada kita untuk melipat gandakan pahala amal kita. Shalat di Masjid Nabawi nilainya sama dengan sepuluh ribu kali shalat di masjid yang lain. Keutamaan-keutamaan seperti itu hanya bisa didapat oleh orang yang berhaji.
Dengan berbagai pertimbangan dan kriteria di atas, implementasi terhadap jiwa dan kepribadian seorang haji akan kuat, dan begitu pula Allah akan senantiasa memberikan gelar kepadanya sebagai haji mabrur dan sesuai dengan janjinya, yaitu mengampuni segala dosa yang telah diperbuat dan memasukkannya ke dalam surga.


oleh Zakaria Anshori

11/10/2010

SAHABAT YANG PALING BANYAK MERIWAYATKAN HADIS

Terdapat banyak tokoh yang sudah berperan dalam meriwayatkan hadis dari berbagai tobakot, terutama kalangan sahabat yang bersentuhan langsung dengan Rasulullah saw. Kaitannya dengan ilmu rijalul hadis, kuantitas sahabata dalam meriwayatkan hadis akan menentukan penilaian para peneliti terhadap hadis yang diriwayatkannya, maka tersusunlah berbagai kitab yang menuliskan tentang biografi perawi yang berhasil dikumpulkan oleh ulama-ulama yang memang konsen dalam hal itu.
Dalam gambaran biografi tersebut, secara garis besar dikelompokan kepada dua kelompok, yaitu al Muktsirun fi al riwayah yaitu para tokoh yang banyak meriwayatkan hadis, dan kelompok kedua adalah para ulama hadis yang berhasil mentadwin hadis. Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah kelompok pertama.
Penting untuk diketahui, bahwa para sahabat telah dianggap banhyak meriwayatkan hadis bila ia sudah meriwayatkan lebih dari 1000 hadis. Mereka itu adalah Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Sayyidah Aisyah, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, dan Abu Said al Hudri .

1. Abu Hurairah

Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis di antara tujuh orang tersebut. Baqi bin Mikhlad mentahrijkan hadis Abu Hurairah sebanyak 5374 Hadis. Di antara jumlah tersebut 352 hadis disepakati oleh Bukhori Muslim, 93 hadis diriwayatkan oleh Bukhori sendiri dan 189 hadis diriwayatkan oleh Muslim sendiri. Menurut keterangan Ibn Jauzi dalam Talqih Fuhumi al Atsar bahwa hadis yang diriwayatkannya sebanyak 5374, tapi menurut al Kirmani berjumlah 5364 dan barada dalam Musnad Ahmad terdapat 3848 buah hadis.
Rasulullah sendirilah yang menjulukinya Abu Hurairah, ketika beliau melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah itu semata karena kecintaan beliau kepadanya sehingga jarang ada orang memanggilnya dengan nama sebenarnya yaitu Abdurrahman bin Sakhir yang berasal dari bani Daus bin Adnan. Abu Hurairah memeluk islam pada tahun tujuh hijriyah yaitu pada tahun terjadinya perang Khoibar dan meninggal di Aqiq pada tahun 57 H. demikian menurut pendapat yang kuat.
Ia adalah pemimpin para ahli suffah yang menggunakan seluruh waktunya untuk beribadah di masjid Nabi. Suffah adalah tempat beratap di dalam masjid para sahabat yang juhud itu melindungkan diri di sana. Allah ternyata mengabulkan doa Nabi agar Abu Hurairah dianugrahi hafalan yang kuat. Ia memang paling banyak hafalannya di antara para sahabat. Imam Bukhori, Muslim dan at Tirmidzi mentakhrijkan sebuah hadis darinya bahwa ia pernah berkata “aku pernah mengadu kepada Rasulullah, wahai utusan Allah aku pernah mendengar banyak darimu tetapi aku tidak hafal. Rasulullah bersabda, bentangkanlah selendangmu, akupun membentangkannya lalu Rasulullah menceritakan banyak hadis kepadaku dan aku tidak melupakan sedikitpun apa yang beliau ceritakan kepadaku.”
Abu Hurairah telah meriwayatkan dari Nabi, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ubai bin Ka’ab, Utsman bin Zaid, Aisyah dan sahabat sahabat lain. Sedangkan jumlah orang yang meriwayatkan darinya melebihi 800 orang terdiri dari para sahabat dan tabi’in seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik. Sedangkan dari tabi’in di antaranya Said bin Al Musayyad, Ibn Sirrin, Ikrimah, Mujahid dan as Sya’bi.
Sanad paling soheh yang berpangkal darinya ialah Ibn Shihab az Zuhri, dari Said bin al Musayyad dari Abu Hurairah. Adapun yang paling dhoif adalah Assari bin Sulaiman, dari Daud bin Yazid al Audi, dari bapaknya (Yazid al Audi) dari Abu Hurairah.

2. Abdullah bin Umar

Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2630 hadis. Di antara jumlah tersebut yang muttafaq alaihi sebanyak 170 hadis, yang dari Bukhori sebanyak 80 hadis dan yang dari Muslim sebanyak 31 hadis.
Abdullah bin Umar adalah putra kholifah ke dua yaitu kholifah Umar bin Khottob dan saudara kandung sayyidah Hafsah ummul mukminin. Ia salah seorang di antara orang orang yang bernama Abdullah (al abadillah al arba’ah) yang terkenal sebagai pemberi fatwa.
Abdullah bin Umar dilahirkan tidak lama sesudah Nabi di utus. Umurnya 10 tahun ketika masuk Islam bersama ayahnya, kemudian mendahului ayahnya untuk hijrah ke madinah pada saat perang Uhud ia masih sangat muda sehingga Rasulullah menganggapnya masih terlalu kecil untuk ikut perang dan tidak diizinkan. Tetapi sesudah perang Uhud ia banyak mengikuti peperangan seperti perang Yarmuk, penaklukan Afrika, Mesir, serta penyerbuan Basrah.
Di antara silsilah sanad yang paling soheh yang sampai kepada Abdullah bin Umar ialah melalui Malik ibn Anas dari Nafi’ sedangkan yang paling lemah ialah melalui Muhammad Abdullah ibn Kosim dari ayahnya kemudian dari kakeknya.
Disamping menghafal hadis hadis yang diterimanya, beliau juga menuliskannya dalam beberapa risalahnya. Hal ini diantaranya diketahui oleh Nafi’ di antara hadis hadis yang diriwayatkannya ada juga yang ditulis oleh para ulama yang menerimanya seperti Sa’id bin Jubair, Abdul Ajiz bin Marwan, Abdul Malik bin Marwan dan Nafi’.
Abdullah bin Umar wafat pada tahun 73 H, ada yang mengatakan bahwa al Hajjaj menyusupkan seseorang ke rumahnya kemudian membunuhnya. Dikatakan mula-mula di racun, kemudian di tombak dan dirajam. Pendapat lain mengatakan bahwa Ibn Umar meninggal secara wajar, informasi ini diragukan kebenarannya.

3. Anas bin Malik

Hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 2286 hadis. Di antara jumlah tersebut yang muttafaq alaihi sebanyak 168 hadis yang diriwayatkan Bukhori sebanyak 8 hadis dan yang diriwayatkan Muslim sebanyak 70 hadis.
Nama lengkap Anas bin Malik adalah Anas ibn Malik ibn an Nadzor ibn Damdam ibn Zaid ibn Harom Ibn Jundub ibn Amir ibn Gonam ibn Addi ibn an Najar al anshori. Ia dikenal juga dengan sebutan Abu Hamzah.
Anas bin Malik lahir pada tahun 10 sebelum hijrah dan wafat pada tahun 93 h di basrah. Beliau adalah sahabat yang paling akhir meninggal di Bashrah.
Ia hidup bersama Rasulullah dalam kedudukannya sebagai pembantu yang dipersembahkan oleh ibunya yaitu Ummu Sulaim pada usia 10 tahun. Ayahnya bernama Malik ibn an Nadzor. Rasulullah sediri memperlakukannya dengan sangat bujaksana, bukan sebagai seorang tuan kepada pembantunya. Dalam hal ini Anas pernah bercerita bahwa Rasulullah tidak pernah menyinggung perasaannya, bermasam muka, atau menegur apa saja yang dikerjakan maupun yang ditinggalkan kecuali hanya menyerahkannya kepda Allah.
Silsilah sanad yang paling soheh yang sampai kepadanya ialah melalui Malik bin Anas dari Ibn Syihab az Zuhri. Sedangkan yang paling lemah ialah melalui Daud ibn al Muhabbir dari ayahnya dari Abban ibn Abi Iyasi.
Karena keluasan ilmunya tersebut Qatadah mengatakan di hari wafatnya Anas bahwa Muwarid berkata pada hari ini telah lenyap seperdua ilmu.

4. Aisyah Ummul Mukminin

Beliau meriwayatkan hadis dari Rasulullah sebanyak 2210 hadis dari jumlah tersebut 174 hadis muttafakun alaihi, 64 hadis diriwayatkan Bukhori dan 68 Hadis diriwayakan Muslim.
Aisyah adalah istri Nabi, putri Abu Bakar as Siddiq, teman sekaligus orang yang paling dikasihi Nabi. Aisyah masuk Islam ketika masih kecil sesudah 18 orang yang lain. Rasulullah memperistrinya pada tahun dua hijriah, Rasulullah selalu mengalah kepadanya dan mengikuti kesenangannya dengan penuh cinta. Hal itu tidaklah aneh karena akhlak mulia yang ada pada dirinya tidak dimiliki oleh wanita lain. Beliau mempelajari bahasa, syair, ilmu kedokteran, nasab nasab. Berkata az Zuhri andaikan ilmu yang dikuasai Aisyah dibandingkan dengan yang dimiliki semua isteri Nabi dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah masih lebi utama. Urwah menambahkan aku tidak pernah melihat seorang pun yang mengerti ilmu kedokteran, syair, dan fiqh melebihi aisyah.
Dalam menyampaikan sebuah hadis Aisyah kerap kali menggambarkan perihal yang meyebabkan nabi mengeluarkan hadis dan dalam kontek apa maksud dan tujuan yang hendak ditunjukan. Itulah sebagian dari keluasan ilmunya.
Selain menerima hadis hadis langsung dari Rasul, ia juga menerima dari sahabat sahabat lainnya Abu Bakar, Umar, Saad ibn Abi Waqas, Fatimah az Zahra dan Usaid ibn Hudair. Sementara yang menerima hadis dari Aisyah bukan hanya para tabi’in tapi juga para sahabaty lainnya. Di antara pada sahabat yang meriwatkan hadis darinya adalah Abu Hurairah, Abu Musa al Asy’ari, Zaid ibn Khalid al Juhni dan Safiah binti Saibah. Sedangkan para tabiin yang menerima hadis darinya diantaranya Said ibn Musayyab, Alkomah ibn Qais, Masruk ibn Al Ajda’, Aisyah binti Tholhah, Hafsah binti Sirrin.
Silsilah sanad yang paling tinggi derajatnya samapai kepadanya adalah melalui Yahya ibn Said dari ubaidah ibn Amr ibn Hafs dari al Kosim ibn Muhammad. Silsilah lainnya ialah melalui ibn Syihab az Zuhri atau Hisyam ibn Urwah ibn Zubair. Sedangkan silsilah yang paling lemah adalah melalui al Haris ibn Syubl dari Ummu an Nu’man.
Murid-murid Aisyah diantaranya adalah generasi tabi’in. setidaknya ada 4 ulama besar yang lahir darinya antara lain Urwah ibn Zubair, Al Qasim ibn Muhammad, Umrah binti Abi Rahmah dan Muadzah al Adawiyah.

5. Abdullah Ibn Abbas
Hadis-hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 1660 hadis. Dari jumlah tersebut yang muttafaq alaihi sebanyak 95 hadis diriwayatkan Bukhori sebanyak 28 hadis dan yang diriwayatkan Muslim sebanyak 49 hadis.
Abdullah ibn Abbas adalah anak paman Rasul yaitu al Abbas ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Manaf al Makky al Madani at Thaifi. Sedang ibunya adalah saudara Maimunah istri Rasulullah, yaitu Ummu Al Fadl Lubabah binti al Haris al Hilaliah. Ia dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah dan meninggal di Thaif tahun 68 hijrah.
Hadis-hadis yang telah diriwayatkannya disamping diterima dari Rasul juga menerima dari ayah dan Ibunya, Abu Bakar, Usman, Ali, Umar, dan Ubay ibn Ka’ab, Muad ibn Jabal dan sahabat sahabat lainnya. Sedangkan para ulama yang meriwayatkan hadisnya diantaranya ialah Abdullah ibn Umar, Abu at Tufail, Said ibn Al musayyab, Anas ibn Malik, dan lainnya.
Hadis yang langsung diterima dari Nabi sendiri sebanyak sebagaimana yang ditemukan pada sohih Bukhori dan Muslim adalah lebih dari 10 hadis. Yang menurut para ulama lainnya bagaimana yang dikemukakan oleh al Asqalani menyebutkan jumlahnya lebih kecil dari itu, menurut al Ghazali hanya empat hadis, menurut Ghandar hanya 9 hadis, dan menurut Yahya al Qattan hanya 10 hadis.
Silsilah sanad hadis yang paling tinggi nilainya yang sampai kepadanya adalah ialah melalui ibn Shihab az Zuhri dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah. Sedang silsilah yang paling lemah adalah melaui Muhammad ibn Marwan as Suddi as Shogir dari al Kalbi dari Abu Sholeh.

6. Jabir bin Abdullah

Hadis-hadis yang diriwayatkannya sebanyak 1540 hadis dari jumlah teresebut yang mutaffaq alaihi sebanyak 60 hadis, yang diriwayatkan Bukhari sebanyak 16 hadis dan yagn diriwayatkan Muslim sebanyak 126 hadis.
Beliau dilahirkan pada tahun 16 sebelum hijrah sedangkan meninggalnya di Madinah tahun 78 hijrah. Ayahnya adalah Abdullah ibn Amr ibn Haram ibn Sa’labah al Khajraji al Anshori as Salami. Di masjid Nabawi madinah ia memberikan bimbingan pengajian pada masyarakat kemana saja ia pergi seperti ke Mesir dan Syam selalu dikunjungi masyarakat yang ingin mengambil ilmunya dan meneladani ketakwaannya. Ia mendapat gelar kehormatan di antaranya al faqih, al imam, dan mufti Madinah.
Beliau menerima hadis hadis disamping dari Rasulullah sendiri, juga dari para sahabat lainnya seperti Abu Bakar, Umar, Ali, dan Abu Ubaidah, Tholhah, Muad ibn Jabal, Ammar ibn Yasin, Kholid ibn al Walid, abu Burdah ibn Nayyar, Abu Hurairah dan banyak lagi sahabat sahabat lainnya.
Sedang para tabi’in yang meriwayatkan hadis darinya ialah Abdurrahman, Uqail dan Muhammad (anaknya sendiri), Said ibn al Musayyab, Abu az Zubair dan lain lain.
Silsilah sanad yang paling tinggi nilainya adalah hadis hadis yang diriwayatkan oleh ulam Makkah melalui Sufyan ibn Uyainah dari Amr Ibn Dinar.

7. Abu Said al Hudri

Hadis hadis yang beliau riwayatkan sebanyak 1170 hadis, dari jumlah tersebut yang muttafaq alaihi sebanyak 46 hadis, yang diriwayatkan bukhori sebanyak 16 dan yang diriwayatkan Muslim sebanyak 52 hadis.
Abu Said al Hudri adalah nama gelar yang diberikan kepadanya sedang nama aslinya adalah Saad ibn Malik ibn Sinan al Khajraji al Anshori. Ia dibawa ayahnya menngunjungi Rasul untuk ikut berperang pada perang Uhud pada waktu itu ia baru berumur 13 tahun tetapi Rasul melarangnnya karena dinilai masih terlalu kecil. Ia meninggal pada tahun 74 hijriyah.
Kepribadiannya ia dikenal sebagai seorang yang zuhud dan ‘alim. Dalam perjuangan untuk menegakkan agama Islam, Abu Said ikut berperang sebanyak 12 kali.
Hadis hadis yang diterima disamping dari rasul adalah dari para sahabat lainnya seperti Malik Ibn Sinan (ayahnya) Qatadah ibn an Nukman (saudaranya se ibu) Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Abu Musa al Asyari, Zaid ibn Sabit dan Abdullah ibn Salam.
Sedang para sahabat yang meriwayatkan hadis hadisnya antara lain Abdurrahman (anaknya), Zainab binti Ka’ab Ibn ajrad, Abdullah ibn Umar, kAbdullah ibn Abbas, Abu At Tufaili, Nabi’ dan Ikrima.


Daftar Pustaka

Suparta, Munzir. Ilmu Hadis, Jakarta: Rajawali Press, 2003
Shalih, Subhi , Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Pustaka Pirdaus, 2007
Rahman, Fathur, Ikhtisar Mustalahul Hadis, Bandung: PT. Al Ma’arif, 1974

ZAKAT (GARIS BESAR)

Pendahuluan
Zakat adalah salah satu syari’at yang menjadi sendi tegaknya Islam (min arkan al- Islam). Syari’at ini selain mempunyai dimensi kesalehan kepada Allah (habl min Allah) juga mempunyai dimensi social (habl min al-naas). Tujuan disyari’atkannya untuk menciptakan kesejahteraan umat secara merata, sekaligus untuk membersihkan harta dari berbagai syubhat dan mensucikan jiwa dari bermacam-macam sifat tercela.
Kebanyakan kaum muslimin dalam memahami masalah zakat masih terfokus pada pembahasan fiqh yang memandangnya sebagai masalah ritual semata (ibadah mahdhah) dan statis, belum menyentuh pada masalah-masalah social yang berkembang sekarang ini. Pembersihan badan melalui zakat mempunyai efek yang sangat krusial terhadap kehidupan sehari-hari, fungsi lain dari zakat adalah dari sector ekonomi yang mendominasi masyarakat zaman klasik adalah sector peternakan, pertanian, perkebunan dan perniagaan yang menggunakan standar emas dan perak.
Hasil profesi atau hasil kerja seperti pegawai negeri dan swasta, dokter, pengacara, konsultan, notaris dan sebagainya belum dikenal di zaman klasik sebagai suatu sumber penghidupan yang menjanjikan kesejahteraan. Dengan demikian Ulama Salaf tidak banyak mempersoalkan masalah-masalah yang berhubungan dengan profesi dan hasil kerja tersebut, terutama yang berhubungan dengan masalah zakat.
Ulama kontemporer seperti Muhammad Abu Zahrah, Yusuf Qardhawi dan Wahbah Zuhaili melakukan pembahasan terhadap bentuk-bentuk kasab di bidang jasa seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sebagainya dan mengaitkannya dengan kewajiban zakat. Dalam kehidupan modern kasab model ini lebih menjanjikan kesejahteraan, sementara kasab model tani, ternak dan nelayan terkesan sebagai kesederhanaan. Patutkah zakat dibebankan kepada orang-orang ini sementara orang-orang yang mempunyai pendapatan lebih besar tidak dibebani?. Disinilah sikap para ulama kontemporer melihat persoalan zakat tersebut.

Zakat Fitrah

عن ابن عمر قال فرض رسول الله صلى الله عليه وسلّم زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر او صاعا من شعير على كلّ حرّ او عبد ذكر او انثى من المسلمين . روه البخاري و مسلم. وفى البخارى, وكان يعطون قبل الفطر بيوم او يومين.
Dari ibn Umar Ia berkata, “Rasulullah saw. Mewajibkan jakat fitri bulan Ramadhan sebanyak satu sa’ (3,1liter) kurma atau gandum atas tiap tiap orang muslim merdeka atau hamba, laki laki atau perempuan.”(HR. Bukhori Muslim). “Dalam hadis Bukhori disebutkan, mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya .”

عن ابي سعيد قال كنّ نخرج زكاة الفطر صاعا من طعام او صاعا من شعير او صاعا من تمر او صاعا من اقط او صاعا من زبيب. اخرجه البخاري ومسلم.
Dari abu said ia berkata, “kami mengeluarkan zakat fitrah satu sa’ dari makanan, gandum, kurma, susu kering, atau anggur kering.
Dari hadis yang telah disebutkan di atas, zakat fitrah merupakan zakat yang wajib dikeluarkan bagi setiap muslim baik itu laki-laki maupun perempuan, muda atau tua, merdeka atau hamba sahaya, yang dikeluarkan di bulan Ramadhan dengan tujuan membersihkan anggota badan dari segala dosa yang telah dikerjakan selama satu tahun. Adapun takaran yang disyari’atkan Rasulullah saw. Dalam hal zakat fitrah ini adalah satu sha’ atau dalam hitungan takaran di negara kita sama dengan 1,3 liter.
Jumhur ulama mengatakan dalam ukuran zakat fitrah, bukan ukuran timbangan (kati) yang digunakan akan tetapi ukuran takaran, karena dalam timbangan ketelitian dan ketepatan masih ada kekurangan. Sedangkan dalam satu sha’ dalam ukuran kita misalkan diterapkan pada beras maka memiliki jenis berat yang berbeda-beda apalagi didukung dengan kualitas beras yang berbeda pula. Tapi apa bila diukur dengan ukuran liter, maka secara kuantitas akan sama. Jadi dalam zakat ini bukan kualitas jumlah yang diukur tetapi kuantitas .

Syarat-syarat wajib zakat fitrah
1. Islam
2. Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan. Anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib zakat fitrah. Orang yang kawin sesudah terbenam matahari tidak wajib membayarkan zakat fitrah istrinya yang baru dikawini tersebut.
3. Dia mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik manusia ataupun binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Orang yang tidak mempunyai harta lebih untuk membayar zakat maka tidak wajib membayar fitrahnya.

Harta yang terhitung ialah harta yang tidak perlu baginya sehari hari. Adapun harta yang diperlukan sehari hari seperti rumah atau tempat tinggal, pakaian, kitab dan sebagainya tidak menjadi perhitungan. Artinya barang barang tersebut tidak perlu dijual untuk membayar fitrah dan jika ia tidak memiliki kelebihan yang lain ia tidak wajib membayar fitrah.
Orang yang mencukupi syarat syarat di atas wajib membayar untuk dirinya sendiri, dan fitrah untuk orang yang wajib dinafkahinya seperti fitrah anaknya, istrinya, fitrah ibu bapak yang menjadi tanggungannya, dan yang lainnya yang wajib atasnya menanggung nafkah mereka.

Membayar fitrah sebelum waktu
Sebagaimana telah diketahui, waktu wajib zakat fitrah ialah sewaktu terbenam matahari pada malam hari raya. Sungguhpun begitu, tidak ada halangan bila dibayar sebelumnya asalkan masih dalam bulan puasa. yaitu:
1. Waktu yang diperbolehkan, yaitu awal Ramadhan sampai akhir penghabisan bulan Ramadhan.
2. Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan
3. Waktu sunat, yaitu pada sesudah subuh sebelum pergi melakukan shalat Ied.
4. Waktu makruh, sesudah salat hari raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya
5. Waktu haram, dibayar setelah sesudah terbenam matahari pada hari raya.
Ittifak para ulama membolehkan mempercepat membayar zakat, akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang batasan awal dibolehkannya zakat fitrah. Imam Syafi’i mengatakan boleh diawalkan di awal bulan Ramadhan, Abu Hanifah berpendapat asalkan masih berada dalam bulan Ramadhan baik it u di awal maupun di tengah bulan Ramadhan sedangkan menurut ulama Malikiyah dan jumhur madzhab Ahmad bin Hanbal batas awalnya adalah dua hari atau satu hari sebelum Ramadhan.

Membayar fitrah dengan harganya
Berfitrah dengan uang seharga makanan, menurut madzhab syafi’i tidak boleh, karena yang dibolehkandalam hadis adalah sesuatu yang mengenyangkan. Dalam madzhab hanafi tidak ada halangan, karena fitrah itu hak orang orang miskin untuk menutup hajat mereka, boleh dengan makanan dan boleh dengan uang itu tidak ada bedanya.

Zakat Maal

Disamping diri kita yang wajib dizakati, Islam juga telah mensyariatkan zakat harta kekayaan atau sering juga disebut dengan zakat mal. Al Qur’an tidak memberikan ketegasan secara khusus tentang kekayaan wajib zakat dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi. Persoalan ini diserahkan kepada Rasulullah dengan sunahnya yang menjadi rujukan kedua setelah al Qur’an. Akan tetapi terdapat beberapa jenis yang telah ditetapkan kewajiban zakatnya, yaitu:
1. Emas dan perak, (9:34)
2. Ternak (16:5-7)
3. Tanaman dan buah buahan (6:141)
4. Usaha (2:276)
5. Barang Tambang (2:276)
Selain dari yang disebutkan di atas, al Qur’an hanya merumuskan apa yang wajib dizakatkan itu dengan rumusan yang sangat umum yaitu kata-kata “kekayaan”, seperti firmannya “pungutlah olehmu zakat dari kekayaan mereka, kau bersihkan dan sucikan mereka dengannya” (9:103)


1. Emas dan Perak
Ketentuan yang terdapat dalam zakat emas dan perak ini adalah emas atau perang yang disimpan atau barang simpanan, hal itu karena merupakan sumber yang berfungsi untuk pengembangan dan hal itu masuk pada ranah kekayaan. Dan sudah mencapai satu tahun.
Firman Allah :
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS At Taubah: 34).

2. Ternak
Firman Allah dalam surah an Nahl: 5-7

5. Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan.
6. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.
7. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Syarat zakat ternak
1. Sampai Nisab, terdapat perbedaan pendapat para ulama yang berkisar antara 5-30 bahkan 50 ekor.
2. Telah dimiliki satu tahun, diwajibkan zakat karena bukan untuk penggunaan tapi hanya sebatas kekayaan pribadi
3. Digembalakan, adalah binatang yang memperoleh makanan dari alam terbukan dan sebagai konsekwensinya pemilik harus memberi makanan kepada binatang tersebut. Syarat wajib zakat karena binatang tersebut sebagian besarnya digembalakan dalam hari-hari setahun, artinya tidak diwajibkan setiap harinya mendapat makanan dari lapang.
4. Tidak dipekerjakan, artinya tidak dijadikan alat.

3. Tanaman dan Buah Buahan

Zakat ini sering disebut juga sebagai zakat hasil pertanian. Abu Hanifah berpendapat dari Umar bin Abd Ajiz, Mujtahid, Hamad, Daud dan Nakhai mengatakan semua tanaman wajib dizakati, hal itu sesuai dengan cakupang pengertian nash al Qur’an dan hadis, dan juga sesuai dengan hikmah satu syariat diturunkan.
Besar nisab zakat pertanian ini adalah lima wasaq, yaitu seharga dengan beban 5 ekor sapi. Sesuai dengan hadis Rasulullah saw. “kurang dari lima wasaq tidak diwajibkan zakat.”

4. Usaha
Landasan al Qur’an yang menegaskan bahwa harta perdagangan wajib dizakati adalah:
Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS al Baqarah:143)
tahun perniagaan dihitung dari mulai dari awal berniaga, pada tiap akhir tahun perniagaan dihitunglah harta perniagaan itu, apabila cukup satu nisab maka wajib dibayarkan zakatnya, meskipun pada pangkal atau akhir tahun tidak cukup nasab. Akan tetapi jika pada awal tahun mencapai nishob dan di akhir atau di pertengahan tahunnya tidak mencapai, maka tidak diwajbkan mengeluarkan zakatnya. Jadi, perhitungan akhir tahun perniagaan menjadi ukuran sampai atau tidaknya satu nisob.

5. Barang Tambang

Hasil tambang emas dan hasil tambang perak apabila sampai satu nasab, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga dengan tidak disyaratkan sampai pada satu tahun seperti halnya pada biji bijian dan buah buahan. Zakatnya adalah 1/40 atau dua setengah persen.
Kewajiban Zakat Profesi
Sistem ekonomi bergeser dari pola ekonomi tradisional di pedesaan menuju masyarakat industri yang maju dan modern. Orang-orang mencari nafkah bukan lagi bertani dan berternak, tetapi bergerak di bidang jasa dan pelayanan. Orang-orang yang bekerja di bidang jasa dan pelayanan banyak yang memperoleh penghasilan (income) lebih baik dari pada usaha pertanian dan usaha lain yang hasilnya belum menentu. Misalnya seperti pejabat tinggi negara, pimpinan partai politik, pegawai negeri, pegawai perusahaan, perbankan, penerbangan, angkutan umum, transportasi, telkom dan sebagainya, mereka memperoleh penghasilan secara rutin yang cukup besar pada setiap bulannya.
Ulama kontemporer seperti Abdurrahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Wahbah Az-Zuhaili dan Yusuf Qardhawi telah mengadakan penelitian dan memunaqasahkan argumen-argumen (adillah) yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, pihak Ulama yang mewajibkan zakat profesi dan pihak Ulama yang tidak mewajibkan. Dalam kesimpulannya mereka memilih pendapat yang mewajibkan zakat hasil profesi dengan alasan :
1. Mensyaratkan haul dalam segala jenis harta termasuk hasil profesi (al-maal al-mustafad) tidak didukung oleh nash yang shahih atau hasan yang dapat dijadikan landasan untuk mentakhshish dalil ‘am atau mentaqyidi yang muthlaq.
2. Ulama shahabat dan tabi’in telah berbeda pendapat mengenai zakat hasil profesi (al-maal al-mustafad), sebahagian mereka mensyaratkan adanya haul dan sebahagian lagi tidak mensyaratkannya, tetapi langsung dikeluarkan zakatnya pada saat diperolehnya. Jika terjadi demikian maka tidak ada pendapat yang satu lebih utama dari yang lain sehingga tidak ada yang mengharuskan berpegang pada salah satunya sehingga permasalahannya dikembalikan kepada otoritas nash : “Apabila kamu berselisih maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya (al-Hadits)”
3. Kalangan Ulama yang tidak mensyaratkan haul adalah lebih dekat kepada pengertian umum nash dan kemutlakkannya, karena nash-nash yang menunjuk pada kewajiban zakat berlaku umum dan mutlak.
Selanjutnya Yusuf Qardawi menawarkan gagasan yang dianggapnya lebih tepat, yaitu bahwa hasil profesi disamakan dengan uang mas (al-nuqud), bukan dengan pertanian (al-zuru’). Alasannya karena gaji pegawai atau imbalan jasa profesi selalu dibayar dengan uang tunai. Dengan demikian nisabnya 90 gram emas atau misal Rp 8.100.000,- (dengan perkiraan harga Rp 90.000,-/gram) dan kadar zakatnya 2,5% yaitu 2,25 gram atau Rp 202.500,- (1 misqal/dinar = 4,5 gram, maka 20 misqal/dinar = 90 gram, lihat Ensiklopedi Hukum Islam, 6:1991)
Manfa’at Zakat
a) Sarana pembersih jiwa, Sebagaimana arti bahasa dari zakat adalah suci, maka seseorang yang berzakat, pada hakekatnya meupakan buki terhadap duninya dari upayanya untuk mensucikan diri;mensucikan diri dari sifat kikir, tamak dan dari kecintaan yang sangat terhadap dunianya, juga mensucikan hartanya dari hak-hak orang lain.
b) Realisasi Kepedulian social, Salah satu hal esensial dalam Islam yang ditekankan untuk ditegakkan adalah hidupnya suasana “takaful dan tadhomun” (rasa sepenanggungan) dan hal tersebut akan bisa direalisasian dengan ZIS. Jika sholat berfungsi Pembina ke khusu'an terhadap Allah, maka ZIS berfungsi sebagai pembina kelembutan hati seseorang terhadap sesama.
c) Sarana Untuk Meraih Pertolongan Sosial, Allah SWT hanya akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya, manakala hambanya-Nya mematuhi ajaran-Nya.Dan diantara ajaran Allah yang harus ditaati adalah menunaikan ZIS.
d) Ungkapan Rasa Syukur Kepada Allah, Menunaikan Zakat, infaq dan shadaqah merupkan ungkapan syukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita.
e) Salah Satu Aksiomatika Dalam Islam,Zakat adalah salah satu rukun Islam yang diketahui oleh setiap muslim, sebagaimana mereka mengetahui sholat dan rukun-rukun Islam lainnya.

10/20/2010

Takhrij Hadis Tentang Mencela Ayam

PENDAHULUAN

Alhamdulillah, puji dan syukur hanyalah bagi Allah semata, shalawat serta salam selamanya tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad saw.

Hadis merupakan sumber referensi kedua yang bisa dijadikan hujjah dan dianggap sacral oleh umat islam setelah al Qur’an, serta menjawab seluruh problematika yang berkembang di masyarakat. Semua orang mengakui bahwa hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. meskipun ada kelompok yang tidak mengakui keotentikan hadis seperti yang dikampanyekan kaum orientalis yang “dikompori” oleh Goldziher, Shacht, Juynbol, dan kawan-kawan.

Karena fungsinya sebagai sumber ajaran agama, hadis memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam Islam. Akan tetapi jaminan kemurnian hadis tidak seperti al Qur’an yang memiliki jaminan penjagaan special dari Allah, dan tidak sedikit hadis-hadis dha’if beredar secara bebas di masyarakat. Maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap hadis-hadis tersebut dengan menggunakan metode-metode yang ditawarkan oleh para ulama di antaranya metode takhrij hadis.

Penelitian kali ini akan difokuskan pada keshahihan sebuah hadis yang kelihatannya nyeleneh, tetapi bila dikaji ulang hadis teresebut memiliki makna yang mendalam.

Yaitu hadis yang berbunyi:

لا تسبوا الديك فإنه يوقظ للصلاة

Artinya: Janganlah engkau mencela ayam, karena ayam dapat membangunkan orang untuk mengerjakan solat.

Metode pen-takhrij-an yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ke tiga yaitu mencari kata yang dirasa asing(1). Yang dirasa asing dalam hadis ini adalah kata ad diik. Media yang digunakan sebagai alat pembantu dalam pencarian hadis tersebut adalah mu’jam mufahras lialfadil hadis an nabawi, Maktabah Syamila, dan media Internet.

Terdapat enam jalur yang turut meriwayatkan hadis tersebut yaitu Thabrani, Abu Daud, Ibn Hibban, Ubed bin Humed, An Nasa’I, dan Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi dari keenam jalur tersebut yang akan diteliti hanya pada jalur periwayatan Abu Daud, adapun jalur lainnya berfungsi sebagai penguat.

Akhir mukaddimah, saya persembahkan penelitian ini sebagai tugas ujian akhir smester mata kuliah Takhrij Hadis. Diucapkan terima kasih kepada bapak Syarif Hade Masyah, MA yang sudah banyak berbagi ilmunya, juga kepada teman-teman yang telah membantu memberikan petunjuk dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Sudah otomatis sebagai sifat manusia pasti ada kekurangan, oleh karenanya petunjuk, saran dan kritik sangat diharapkan dalam rangka menyempurnakan penelitian hadis ini.

Peneliti
Zakaria Anshori


Sanad dan Matan Hadis

1.حدثنا سعيد بن سيار الواسطي ثنا عمرو بن عون أنا عبد العزيز بن محمد الدراوردي عن صالح بن كيسان عن عبيد الله بن عبد الله عن زيد بن خالد الجهني قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا تسبوا الديك فإنه يوقظ للصلاة(2).
2. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بنِْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا الدِّيكَ فَإِنَّهُ يُوقِظُ لِلصَّلَاةِ(3).
3.أخبرنا يزيد بن هارون انا الماجشونى عن صالح بن كسيان عن عبيد الله عبد الله بن عتبة عن زبد بن خالد الجهنى قال قال رسول الله صل الله عليه وسلم. لا تسبوا الديك فأنه يدعو الى الصلاة(4).
4. اخبرنا احمد بن على المثنى, قال حدثنا ابو خثيمة, قال حدّثنا يزيد بن هارون, قال حدثنا عبد العزيز بن عبد الله بن ابى سلمة, عن صالح بن كسيان عن عبيد الله عبد الله بن عتبة عن زبد بن خالد الجهنى قال قال رسول الله صل الله عليه وسلم. لا تسبّوا الدّيك فأنّه يدعو الى الصّلاة(5).
5. أخبرني إبراهيم بن يعقوب قال حدثنا موسى بن داود قال حدثنا عبد العزيز بن أبي سلمة عن صالح بن كيسان عن عبيد الله بن عبد الله عن زيد بن خالد الجهني قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تسبوا الديك فإنه يؤذن بالصلاة خالفه زهير بن محمد فأرسل الحديث(6).
6. حدثنا عبد الله حدثنى ابى ثنا يزيد بن عبد العزيز بن عبد الله بن ابى سلمة ثنا صالح بن كسيان وابو النضر قال, ثنا عبد العزيز بن عبد الله بن ابى سلمة قال عن عبيد الله بن عبد الله بن عقبة عن زيد بن خالد الجهنى قال. قال رسول الله صلّ الله عليه وسلّم عن سبّ الدّيك وقال انّه يؤذن بالصلاة
(7)





Kritik Sanad

Yang terlibat dalam meriwayatkan hadis ini:

1.Zaid bin Khalid al Jahny
2.Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah
3.Shalih bin Kasyan
4.Abdul Ajiz bin Muhammad Ad Darawardy
5.Umar bin Unwan
6.Said bin Siyar
7.At Thabrani
8.Qutaibah bin Said
9.Abu Daud
10.Abdul Ajiz bin Abdullah bin Salmah al Majisyuni
11.Yazid bin Harun
12.Abu Khotsimah
13.Ahmad bin Ali al Matsna
14.Ubed bin Humed
15.Musa bin Daud
16.Ibrahim bin Ya’qub
17.An Nasa’i
18.Yazid bin Abdul Ajiz bin Abdullah bin Abi Salmah al Majisyuni
19.Ahmad bin Hanbal
20.Abdullah bin Ahmad bin Hanbal

Profil Para Perawi dari Jalur Abu Daud

1.الاسم : زيد بن خالد الجهنى
الطبقة : 4 : طبقة تلى الوسطى من التابعين
الوفاة : با المدينة سنة ثمان وسبعين (8),
وقال غيره يعنى الحافظ ابن حجر: مات فى اخر ايام معاوية, وقال البغوى: مات سنة 68, وقال ابن حبان فى الصحابة : مات سنة 78, وقال ابو عمر: كان صاحب لواء جهينة يوم الفتح (9).
اقوال العلماء:
رتبته عند ابن حجر : مقبول

2.الاسم : عبيد الله بن عبد الله بن عتبة بن مسعود الهذلى ، أبو عبد الله المدنى الفقيه الأعمى ( أحد الفقهاء السبعة بالمدينة )
الطبقة : 3 : من الوسطى من التابعين
الوفاة : 94 هـ ، و قيل 98 هـ ، و قيل غير ذلك
روى له : خ م د ت س ق ( البخاري - مسلم - أبو داود - الترمذي - النسائي - ابن ماجه )
رتبته عند ابن حجر : ثقة فقيه ثبت
قول العلماء:
و قال ابن عبد البر : قال عمر بن عبد العزيز : لو كان عبيد الله حيا ما صدرت إلا عن رأيه. وقال الواقدي: كان عالما وقد ذهب بصره وكان ثقة فقيها كثير الحديث والعلم شاعرا. وقال احمد بن عبد الله العجلي كان اعمش, وكان احد فقهاء المدينة. تابعى ثقة, رجل صالح, جامع للعلم وهو معلّم عمر بن عبد العزيز. وقال يعقوب بن عبد الرحمن القاري عن ابيه كان عبيد الله بن عبد الله يقول: ما سمعت حديثا قط فاشا عن اعيه إلا وعيته(10).

3. الاسم : صالح بن كيسان المدنى الدوسى ، أبو محمد و يقال أبو الحارث ، مولى بنى غفار و يقال مولى بنى عامر و يقال مولى آل معيقيب
الطبقة : 4 : طبقة تلى الوسطى من التابعين, وذكره الهيثم بن عدي فى الطبقة الثالثة من اهل المدينة.
الوفاة : بعد 130 هـ أو بعد 140 هـ
روى له : خ م د ت س ق ( البخاري - مسلم - أبو داود - الترمذي - النسائي - ابن ماجه )
قول العلما:
قال حرب بن اسماعيل: سئل احمد بن حنبل عيه فقال بخ بخ. وقال عبد الله بن احمد بن حنبل قلت له يعنى لأبيه: صالح بن كسيان كيف روايته عن الزهري؟ فقال: صالح اكبر من الزهري, قد رأى صالح بن عمر. وقال اسحاق بن منصور عن يحي بن معين: ثقة. وقال عباس الدوري عن يحي بن معين: ليس به بأس فى الزهري (11)
ورتبته عند ابن حجر : ثقة ثبت فقيه. وعند الذهبي : ثقة جامع للفقه و الحديث ، و المرؤة ، قال أحمد : هو أكبر من الزهرى بخ بخ.

4. الاسم : عبد العزيز بن محمد بن عبيد الدراوردى ، أبو محمد الجهنى مولاهم المدنى
المولد : بـ المدينة
الطبقة : 8 : من الوسطى من أتباع التابعين
الوفاة : 186 أو 187 هـ بـ المدينة
روى له : خ م د ت س ق ( البخاري - مسلم - أبو داود - الترمذي - النسائي - ابن ماجه )
قول العلماء:
قال أبو بكر بن أبى خيثمة ، عن يحيى بن معين : ليس به بأس . و قال أحمد بن سعد بن أبى مريم ، عن يحيى بن معين : ثقة حجة. و قال أبو زرعة : سيىء الحفظ ، فربما حدث من حفظه الشىء فيخطىء. و قال عبد الرحمن بن أبى حاتم : سئل أبى عن عبد العزيز بن محمد و يوسف بن الماجشون ، فقال : عبد العزيز محدث ، و يوسف شيخ يخطىء . و قال النسائى فيما قرأت بخطه : عبد العزيز الدراوردى ليس بالقوى. و قال فى موضع آخر : ليس به بأس ، و حديثه عن عبيد الله بن عمر منكر. ورتبته عند ابن حجر : صدوق كان يحدث من كتب غيره فيخطىء ، قال النسائى : حديثه عن عبيد الله العمرى منكر. وعند الذهبي : قال ابن معين : هو أحب إلى من فليح ، و قال أبو زرعة : سىء الحفظ(12)

5. الاسم : قتيبة بن سعيد بن جميل بن طريف الثقفى ، أبو رجاء البلخى البغلانى ، يقال اسمه يحيى ، و قيل على ( و بغلان قرية من قرى بلخ )
المولد : 150 هـ
وقال موس بن هارون: ولد سنة ثمان واربعين ومئة, سنة مات الأعمش,
الطبقة : 10 : كبارالآخذين عن تبع الأتباع
الوفاة : 240 هـ . وعند قتيبة قال: حضرت موت ابن لهيعة, ومات سنة اربع وسبعين يعنى ومئة وشهدت جنازته.
روى له : خ م د ت س ق ( البخاري - مسلم - أبو داود - الترمذي - النسائي - ابن ماجه )
قول العلماء:
قال أحمد بن أبى خيثمة ، عن يحيى بن معين ، و أبو حاتم ، و النسائى : ثقة . زاد النسائى : صدوق . و قال أبو داود : قدم قتيبة بغداد سنة ست عشرة ، فجاءه أحمد ، و يحيى . و قال ابن خراش : صدوق . و قال أبو حاتم : حضرت قتيبة بن سعيد ببغداد ، و قد جاءه أحمد بن حنبل ، فسأله عن أحاديث فحدثه ، ثم جاءه أبو بكر بن أبى شيبة ، و ابن نمير بالكوفة ليلة ، و حضرت معهما فلم يزالا ينتخبان عليه و أنتخب معهما إلى الصبح . و قال حمد بن محمد بن زياد الكرمينى : قال لى قتيبة بن سعيد : ما رأيت فى كتابى من علامة الحمرة ، فهو علامة أحمد بن حنبل ، و ما رأيت فيه من الخضرة ، فهو علامة يحيى بن معين (13) . ورتبته عند ابن حجر : ثقة ثبت


Dari data-data yang telah disebutkan di atas, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui musnadnya dengan nomor hadis 5101 tersebut diketahui bahwa hadis tersebut merupakan hadis gharib.

Dilihat dari rangkaian nama-nama periwayat dan tata cara periwayatan Hadits tersebut diawali dengan haddatsana. Yang menyatakan kata itu adalah Abu Dawud yaitu, penyusun kitab Sunan Abu Dawud. Dalam mengungkapkan riwayat, Abu Dawud menyandarkan riwayatnya kepada Kutaibah bin Said, Kutaibah menyandarkan kepada Abdul Ajiz bin Muhammad ad-Darawardi. Pada tabel periwayat jalur Abu Dawud diatas jelas bahwa adanya ketersambungan sanad. Adapun lambang-lambang metode periwayatan dari hadits diatas adalah: haddatsana yang menandakan bahwa perawi tersebut benar-benar mendengar sendiri dari gurunya langsung, sedangkan lafadz lainnya yang digunakan dalam periwayatan hadis tersebut adalah ‘an dan qala. haddatsana dan qala fulan termasuk dalam metode as-sama’, sedangkan ‘an menurut mayoritas ulama’ juga termasuk dalam metode as-sama’ dan agar dapat dihukumi sebagai hadis muttasil harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti yang dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dengan criteria yang berbeda, meskipun sebagian ulama lain menyatakan bahwa hadits yang mengandung harf ‘an adalah sanad yang terputus(14).

Dalam jalur periwayatan ini terdapat lima periwayatan. Setelah dilakukan penelitian historis terhadap perawi tersebut, masing-masing sangat memungkinkan untuk terjadinya proses penyampaian dan penerimaan hadits. Zaid bin Kholid wafat tahun 78 H, Ubedullah bin Abdullah bin Utbah wafat tahun 94 H, Shaleh bin Kasyan tahun 130 H, Abdul Ajiz bin Muhammad ad Darawardi wafat tahun 186 H, Kutaibah bin Said tahun 240 H, dan Abu Daud tahun 275 H. Dalam hal ini sangat mungkin akan terjadinya pertemuan dalam kurun waktu cukup yang lama secara estafet.

Berdasarkan data historisnya juga disebutkan bahwa masing-masing periwayat diatas memiliki hubungan guru dan murid secara estafet. Adapun setelah dilakukan penelitian terhadap kualitas dari semua periwayat melalui kitab tarajum, paling tinggai derajatnya adalah tsiqat tsabat yang menunjukkan orang yang tsiqat serta memiliki keteguhan yang kuat. Adapun derajat minimalnya adalah la ba’sa bihi (orang yang tidak cacat) lafadh tersebut tergolong pada kalimat yang menunjukkan keadilan dan kedhabitan si perawi dengan lafadh yang tidak mengandung arti kuat ingatan dan adil (tsiqat).

Berdasarkan analisis diatas, hadis Abu Daud No. 5101 dalam Sunannya, ini merupakan Hadits Shahih karena ketersambungan atau ittishol sanad, kualitas pribadi dan intelektual periwayat dan terhindar dari syudzudz dan ‘illah.

Kritik Matan

1.Tidak Bertentangan dengan al Qur’an

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Maidah: 8)
Seringkali kita mencela suatu hal karena benci terhadap hal tersebut, dengan timbulnya rasa benci itulah akhirnya akan menimbulkan kerusakan dan tidak berperilaku adil. Kebencian manusia tidak hanya selalu pada manusia saja, akan tetapi kebencian tersebut bisa pada alam atau pada binatang sekalipun. Dalam hal ini Rasulullah memberikan tauladan yang sempurna kepada umatnya untuk selalu menyayangi dan memelihara setiap makhluk yang diciptakan Allah, karena memaki makhluk sama halnya dengan memaki sang Khalik.

Menghilangkan rasa benci memang lebih sulit daripada mendatangkan kebencian, namun ada jalan lain yang bisa membantu menghilangkan rasa benci tersebut. Yaitu berbaik sangka kepada orang lain atau kepada makhluk lain. Husnu dhon atau baik sangka bisa diwujudkan melalui melihat sisi baik atau kelebihan yang dimiliki oleh makhluk tersebut. Seperti halnya pada ayam, jika dikaji ulang, kokokan ayam berfungsi sebagai “alarm alamiah” bagi siapa saja yang beniat mengerjakan qiyamul lail.
Isyarat teks al Qur’an tersebut sangat berkaitan erat dan tidak bertentangan dengan hadis Abu Daud No. 5101, oleh karenanya untuk sementara pada tahapan ini hadis tersebut bisa dikelompokan sebagai hadis shahih.

2.Tidak Bertentangan dengan Hadis yang Lebih Shahih

حدثنى قتيبة بن سعيد: حدثنا ليث, عن جعفر ابن ربيعة, عن الاعرج, عن ابى هريرة انّ النبيّ صلىّ الله علية وسلمّ قال: اذا سمعتم صياح الدّيكة فاسألوا الله من فضله فإنهّا رأت ملكا. واذا سمعتم نهيق الحمار فتعوذ با لله من الشّيطان فإنّها رأت شيطان.

Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tersebut bisa dikatakan sebagai hadis pendukung yang lebih terjamin keshahihannya, meskipun tidak berkaitan langsung dengan hadis yang kita teliti yaitu yang diriwayatkan oleh Abu Daud nomor 5101. Dari hadis di atas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim itu berisi bahwa ketika kamu mendengar suara ayam, maka meminta rahmatlah kepada Allah karena ayam tersebut melihat malaikat, dan jika kalian mendengar suara himar, maka berlindunglah kepada Allah dari godaan syetan, karena himar tersebut melihat syetan(15).

Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang berbunyi bahwa janganlah kalian mencela ayam, karena ayam dapat membangunkan orang untuk mengerjakan shalat, berdasarkan penelitian dengan menggunakan perbandingan terhadap hadis yang lebih shahih, maka tidak ada cacat bagi hadis tersebut.

3.Tidak Bertentangan dengan Akal Sehat

Setelah ayat al Qur’an dan teks hadis berbicara sebagai alat pembantu dalam memutuskan keshahihan hadis Abu Daud 5101 tersebut, maka tidak ada salahnya menarik teks tersebut ke dalam konteks yang sudah atau bahkan masih terjadi. Pada kenyataanya setiap pagi terutama disaat sepertiga malam, ayam selalu berkokok membangunkan orang untuk mengerjakan shalat malam, akan tetapi sedikit sekali manusia yang menyadari tentang hal itu. Oleh karenanya, secara logika yang diiringi dengan akal sehat, hadis tersebut masih bisa ditoleransi dalam pengambilan keputusan keshahihan hadis yang bersangkutan.

Kesimpulan

Setelah diakukan penelitian terhadap sanad dan matan hadits, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits Abu Dawud No. 5101 merupakan Hadits Shohih dilihat dari sanadnya karena ketersambungan atau ittishol sanad, kualitas pribadi dan intelektual periwayat dan terhindar dari syudzudz dan illah meskipun tergolong hadis ahad karena ia merupakan hadis gharib.

Dilihat dari matannya hadits Abu Dawud ini juga memenuhi seluruh kriteria Kritik Matan Hadits yang disandarkan pada standar metode penilaian terhadap matan hadis yaitu tidak bertentangan dengan al Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis yang lebih shahih, dan tidak bertentangan dengan akal sehat. Selain itu juga terhindar dari adanya syudzudz dan illah pada matan sehingga hadits tersebut berkualitas shahih dilihat dari kualitas matannya.

Al hasil, sebagai kesimpulan bahwa Hadits Abu Dawud No. 5101 merupakan Hadits Shahih pada Sanad dan Matannya.

End Note

1) Dr. Mahmud Thahan, Ushul at Takhrij wa Risalalatul asanid. (Maktabah al Ma’arif: Riyadl, 1996)
2) Al Hafidz abi al Qasim Sulaiman Ahmad at-Thabrani, Mu’jam Kabir, Jilid 5, Halaman 240, Hadis ke 5208 - 5211
3) Al Hafidz Abi Daud Sulaiman bin Asy’ab bin Ishaq al-Azdi, Musnad abi Daud (Daar as Salam lin-nasr wat-tauzi’: Riyadl, 1420H) hadis ke 5101 bab Ad-diik wal bahaim, Cet. 1, Hal. 718
4) Al Hafidz Abi Muhammad Ubed bin Humed, Musnad Ubed bin Humed. (Maktabah as-Sunnah: Kairo) Jilid 1, halaman 117, hadis ke 278.
5) Ibn Hibban, Shahih ibn Hibban bitartibi ibn Balban, (Ar-Risalah: Kairo, 1997) Jilid 13, Halaman 38, Hadis ke 5731.
6) An Nasai’, As Sunanul Kubra lin Nasa’I . Juz 6 halaman 234
7) Ahmad bin Muhammad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal. (Darul Fikri: Kairo) Jilid 5, Halaman 192-193
8) Al Hafidz Jamaluddin abi al Hajjaj Yusuf al Mazi, Tahdib al Kamal fi asma al rijal.(Darul Fikri: Bairut. 1994) Juz 6 Halaman 456
9) Tahdib at Tahdib, Jilid 3 Halaman 355
10) Tahdib al Kamal, Juz 12 halaman 212
11) Tahdib al Kamal, Juz 9 halaman 46
12) Tahdib al Kamal, Juz 11 halaman 524-528
13) Tahdib al Kamal, Juz 15 halaman 236-243
14) Drs. Fathurrahman, Ikhtisar Musthalah Hadis (PT. Al Ma’arif: Bandung,1974) Halaman 255
15) Al Imam abi Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim bab Istihbabu ad du’a ’inda shiyahi ad diik. (Darul Alamiya: Bairut, 2003) Hadis ke 2729. Juga terdapat dalam Shahih Bukhari kitab bada al kholqi, bab Khoiru maali al muslimi ghanamun... No. Hadis 3303


Daftar Pustaka

Al Hafidz abi al Qasim Sulaiman Ahmad at-Thabrani, Mu’jam Kabir, Jilid 5, Halaman 240, Hadis ke 5208 – 5211
Al Hafidz Abi Daud Sulaiman bin Asy’ab bin Ishaq al-Azdi, Musnad abi Daud (Daar as Salam lin-nasr wat-tauzi’: Riyadl, 1420H) hadis ke 5101 bab Ad-diik wal bahaim, Cet. 1, Hal. 718
Al Hafidz Abi Muhammad Ubed bin Humed, Musnad Ubed bin Humed. (Maktabah as-Sunnah: Kairo) Jilid 1, halaman 117, hadis ke 278.
Ibn Hibban, Shahih ibn Hibban bitartibi ibn Balban, (Ar-Risalah: Kairo, 1997) Jilid 13, Halaman 38, Hadis ke 5731.
Al Hafidz Jamaluddin abi al Hajjaj Yusuf al Mazi, Tahdib al Kamal fi asma al rijal.(Darul Fikri: Bairut. 1994)
Al Imam abi Husain Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim bab Istihbabu ad du’a ’inda shiyahi ad diik. (Darul Alamiya: Bairut, 2003) Hadis ke 2729.
Shahih Bukhari kitab bada al kholqi, bab Khoiru maali al muslimi ghanamun... No. Hadis 3303
Drs. Fathurrahman, Ikhtisar Musthalah Hadis (PT. Al Ma’arif: Bandung,1974) Halaman 255
Thahan, Mahmud. Ushul at Takhrij wa Risalalatul asanid. (Maktabah al Ma’arif: Riyadl, 1996)
CD Maktabah Syameela, at Taraajum.
www.waqfeya.com
www.raddadi.com
www.arrasool.com



Penelitian ini telah diujikan pada UAS Fakultas Ushuluddin INSTITUT PTIQ JAKARTA

9/23/2010

Gus Mus: Selesaikanlah Kebencian dengan Pencerahan

Semakin hari arus kebencian dan ancaman terhadap Islam kian deras, terutama yang digembor-gemborkan oleh negara-negara Eropa. Kasus demi kasus terus bergulir, dari pembakaran al- Qur’an hingga pelarangan membangun masjid Ground Zero di New York serta kasus penusukan pendeta di Bekasi. Kasus-kasus tersebut seolah mengundang kegundahan mereka terhadap watak Islam yang sebenarnya.

KH. A. Mustofa Bisri atau sering disapa Gus Mus memandang dunia ini seperti rumput kering yang mudah terbakar karena adanya kebencian, kebencian dari dua pihak yang sama sama phobi yang satu phobi islam dan yang satu phobi Barat. Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers di gedung Pengurus Besar NU pada Kamis, 23 September 2010.

pemahaman terhadap Islam rahmatan lil alamin adalah bukan sesuatu yang baru, hal ini sudah jelas dalam al Qur’an bahkan Allah SWT memberikan redaksi yang khusus tentang itu, dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (surat al Anbiya: 107). Ayat tersebut menegaskan bahwa Islam tidak diutus untuk yang lain, melainkan hanya untuk merahmati alam semesta. Oleh karena itu, kalau Islam diperlakukan secara benar akan mendatangkan rahmat, rahmat tersebut tidak hanya bagi orang muslim melainkan untuk seluruh alam.

Pemahaman terhadap Islam rahmatan lil alamin tersebut akan terasa aneh bila Islam dipandang sebaliknya, bukan rahmatan lil alamin sebagai penyebar kasih sayang terhadap alam semesta tapi justru laknatan lil alamin atau penyebar bencana bagi alam semesta.

Akhir-akhir ini kejadian atas nama Islam yang tidak mencerminkan rahmatan lil alamin terus terjadi, menurut Gus Mus fenomena tersebut menandakan ada letak kesalahan dalam memandang Islam. Ini terlihat bahwa Islam adalah agama kasih sayang bukan agama yang menyebarkan kebencian, sehingga jika Islam dipandang sebagai agama kebencian itu salah.

Kebencian tersebut lahir dari kurangnya pemahaman terhadap Islam. Setiap individu berbeda beda dalam menyikapi kekurangfahaman tersebut, ada yang kurang faham tapi mau terus belajar sampai faham, juga ada yang kurang faham tapi tidak mau belajar karena merasa sudah faham dan ini juga menjadi masalah. Karena orang yang menggebu-gebu membeci Islam dan orang yang membela Islam itu dalilnya sama, tergantung tingkat pemahaman mereka terhadap dalil tersebut.

“Orang yang menggebu-gebu membenci Islam dan orang yang membela Islam itu dalilnya sama, tapi keduanya masih belum sempurna memahami Islam dan berlaga mengerti Islam” kata pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Tholibin, Rembang Jawa Tengah ini.
Oleh karenanya, kebodohan adalah penyebab utama kesalahfahaman tentang Islam dewasa ini. Krisis ini semakin berbahaya karena disertai kebencian dan ekslusivisme yang bersumber dari mentalistik fanatik, kaku, dan supremasis yang membuat pemaham dan praktik keagamaan menjadi tidak konstektual dan supremasis. Untuk mengatasi masalah seperti ini, lebih lanjut Gus Mus mengatakan ketika kebencian sudah merajalela dan terus merebak di alam semesta ini, maka tidak ada jalan lain untuk memeranginya kecuali dengan kasih sayang. Seperti halnya kebobohan hanya bisa kita lawan dengan pengetahuan dan pencerahan.

“Api tidak bisa digunakan untuk memadamkan api, tapi airlah yang bisa memadamkan api, kebodohan tidak mungkin bisa diatasi oleh sikap yang bodoh dan kebencian tidak mungkin bisa diselesaikan dengan kebencian pula, melainkan dengan pencerahan” tutur Gus Mus yang juga sebaga wakil Rais Syuriah PBNU.

Dengan hadirnya kelompok Islam garis keras di Indonesia, telah menyulutkan konflik sosial yang mengancam ketahanan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Sedangkan di Eropa, krisis serupa telah memicu reaksi public yang menjadi kehawatiran yang pada akhirnya membenci Islam. Baik aktivis garis keras maupun Islamophobia sama-sama tidak sepenuhnya mengerti islam. Karena itu, kurangnya pemahaman terhadap Islam merupakan suatu kebodohan dan kebodohan adalah sumber dari segala masalah. Maka, kebodohan harus diselesaikan dengan pencerahan dan kasih sayang.

Selain faktor individu, faktor lain yang memegang kunci dalam menyebarkan kedamaian dan kasih sayang ini adalah pemerintah. Sikap pemerintah yang tegas, adil, arif dan bijaksana akan terbentuk Negara yang aman dan damai. Dalam hal ini, Gus Mus mencontohkan dengan sebuah keluarga yang memiliki banyak anak. Jika salah satu anak tersakiti oleh sikap orang tuanya yang tidak adil kemudian anak tersebut melempari rumahnya, maka bocornya rumah akan dirasakan oleh semua anggota keluarga termasuk anaknya yang melempari rumah itu. Begitu juga sebuah Negara, ketidak adilan akan melahirkan kebencian dan kebencian akan melahirkan terror. Kita bisa mendengar suara yang digembor-gemborkan oleh kelompok garis keras adalah Amerika, karena Amerika tidak adil dalam menyikapi masalah Palestina dengan Israel selalu membela Israel dan sebagainya.

Ketegasan pemerintah dalam menyikapi setiap permasalahan juga akan mempengaruhi tatanan hidup sebuah Negara. Terkait dengan Kekerasan dan penganiayaan terhadap jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi, Jawa Barat, 12 September silam, Gus Mus berpesan agar seyogianya pemerintah turut diimbau untuk bertindak tegas, jangan rakyatnya terus yang diimbau karena rakyat sudah sering diimbau.
"Sebetulnya baik saja kalau kita imbau kepada rakyat. Tapi lebih efektif kita imbau pemerintahnya. Pemerintah harus lindungi rakyat, apakah itu HKBP, Islam, yang lebih bertanggung jawab adalah pemerintah," jelasnya

Dengan kondisi yang seperti itu, yang bisa kita upayakan adalah mencoba dengan berani menyebarkan cinta kasih kepada sesama manusia, dan mendorong orang untuk meningkatkan pengetahuannya dalam hal ini Islam kalau memang ingin tau Islam dengan belajar Islam dengan sungguh-sungguh, tidak hanya bersemangat membelanya saja atau untuk menghancurkannya saja.


Oleh: Zakaria Anshori
diterbitkan di Majalah Risalah NU edisi 20

9/21/2010

Bahasa Indonesia, Antara Jati Diri dan Gengsi

Kami bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia…

Itulah penggalan teks sumpah pemuda yang digagas oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928. Teks yang lahir dari semangat juang para pemuda dalam mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, kini seakan tidak ada artinya lagi. Kita bisa melihat dikehidupan yang serba globish ini, para pemuda yang semestinya sebagai orang terdepan dalam memelihara bahasa Indonesia, keadaan malah terbalik.

Kita akui, bahwa dari segi bahasa sendiri, kita dikepung oleh arus peredaran bahasa asing yang kian deras, terutama bahasa Inggris. Newsweek, Majalah dari Amerika Serikat, menyebut dua per tiga penduduk dunia yang ditaksir mencapai enam miliar lebih, kini sudah terjerat bahasa Inggris melalui berbagai sarana, terutama komunikasi. Tempat-tempat terpencilpun termasuk yang paling terpencil di Indonesia, kini sudah dimasuki bahasa Inggris. Melihat penomena seperti itu, seorang pakar bahasa Indonesia, TD Asmadi, menyebutnya sebagai penomena Globish, Global English.

Sering dikatakan bahwa Indonesia kaya SDA. Tapi bila melihat potensi SDM bangsa ini, kesempatan dalam memelihara bahasa Indonesia ini semakin sempit. Sejarah umat manusia meriwayatkan bahwa perkembangan bahasa berkorelasi dengan perkembangan kecerdasan. Sekarang kita bayangkan, angkatan kerja Indonesia 65% tamatan SD, 20% lulusan SL, dan 10% lulusan PT. sedangkan 5% atau sekitar 11,5 juta jiwa adalah niraksarawan atau buta aksara. Kekayaan SDA tak ada gunanya jika tidak didukung oleh SDM yang memadai. Jangankan memikirkan bahasa, dapat makan untuk sehari saja sudah untung.

Dalam hal kebahasaan ini, pemerintah berusaha mengatur peredaran bahasa melalui Undang Undang kebahasaan. Akan tetapi mengatur penggunaan bahasa adalah hal yang sulit dikarenakan beberapa faktor, disamping pengaruh dialek daerah masing-masing yang sangat melekat tiap individu, juga yang sekarang tengah menghantui bahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa gaul.

Lagi-lagi pemuda yang memgang kunci kesuksesan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, hal ini bisa diciptakan misalnya memulai penggunaan bahasa Indonesia yang baku ini dalam lingkungan pendidikan formal dimulai dari tingkat pendidikan yang rendah. Saya maksudkan di sini, kita melihat bahwa dalam lingkungan kampus mahasiswa yang menggunakan bahasa Indonesia yang baku sangat jarang bahkan tidak ada.

Pengaruh globish dalam berkomunikasi ini, seringkali bahkan banyak bahasa Inggris secara sekilas memang kelihatan benar, akan tetapi bila mengikuti kebahasaan dalam penerjemahan tersebut banyak yang salah kaprah. Misal dalam bahasa Inggris kata “to the point”, sering diartikan “langsung saja”, atau “langsung pada inti”. Tetapi arti sebenarnya adalah “lugas, relevan dan wajar”. Inilah salah satu contoh kesalahan nalar yang tidak disadari.

Ada beberapa indikator yang menentukan mengapa seseorang dalam hal ini para siswa sangat kuat dan erat dengan bahasa ibu atau pergaulannya. Pertama, sejak dini atau lahir, anak sudah diperbiasakan dengan bahasa pergaulan. Proses pembiasaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak terutama dalam berbahasa. Bagi mereka, kesan atau pengalaman awal inilah yang sangat mempengaruhi proses perkembangannya ke depan. Sesuatu yang sudah dibiasakan akan sangat sulit untuk ditinggalkan atau diperbaharui. Kalau pun mungkin, proses itu butuh waktu yang cukup.

Kedua, lingkungan yang ada. Faktor lingkungan pun turut mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak. Lingkungan tidak saja menjadi obyek atau tempat namun turut mempengaruhinya. Anak yang sudah dibiasakan dengan bahasa ibu atau pergaulan yang demikian dan berada di lingkungan yang sama dalam bahasa maka akan memunculkan daya ingat dan daya serap yang sangat kuat.

Kedua indikator inilah yang menimbulkan mengapa seorang anak akan sangat sulit melupakan bahasa ibu atau pergaulan. Pengaruh bahasa pergaulan ini akan jelas terlihat dalam pendidikan di sekolah sebagai proses lanjut dari pendidikan di rumah. Masalah kedekatan atau kekentalan bahasa pergaulan siswa di atas akan membawa kesulitan tersendiri pada kemampuan berbahasa siswa terutama dalam kemampuan berbahasa secara baku yakni sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Disini, saya tidak mempermasalahkan bahasa ibu. Yang saya hawatirkan adalah bila bahasa Indonesia yang baku dan sudah ditetapkan sebagai bahasa pemersatu bangsa, dirusak oleh bahasa-bahasa yang tidak jelas pangkalnya. Kita tengok bahasa yang dianggap gaul, misal kata “lebai” (menurut orang lain) artinya berlebih-lebihan. Jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 2005, jika berfungsi sebagai kata benda atau nomina, lebai berarti pegawai masjid atau orang yang mengurus suatu pekerjaan yang bertalian dengan agama Islam, diserap ke bahasa sunda menjadi lebe (penghulu). Dalam kesusastraan klasik lebai brarti orang yang selalu bernasib sial.

Adanya era globalisasi bukan menjadi hambatan untuk mencintai bahasanya sendiri sebab bahasa Indonesia sudah menjadi bagian dari hidup kita seperti bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa atau bahasa Nasional, bahasa Indonesia merupakan jati diri kita atau ciri khas sebagai bangsa Indonesia. Itulah sebabnya ada pepatah yang mengatakan Bahasa Menunjukkan Bangsa. Permasalahannya adalah, mental bangsa Indonesia masih dikatakan sebagai mental bangsa yang terjajah, lebih mengutamakan gengsi dari pada jati diri.

Memang mempertahankan penggunaan bahasa Indonesia baku sangat sulit, tetapi jangan psimis dulu. Banyak negara yang sukses mempertahankan bahasanya sebagai bahasa nasional. Sejarah Islam mencatat kerajaan Abbasiyah (750M-1258M) menghasilkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dibidang filsafat, kedokteran, kimia, aljabar, falaq, dan botani, menjadikan bahasa Arab berdaya ungkap yang sempurna pada masa itu.
Filipina, Jepang, dan Perancis merupakan negara yang mencintai bahasanya sendiri. Sangat berbeda jauh sekali dengan negara Indonesia, walaupun adanya era globalisasi mereka tidak terpengaruh karena mereka mempunyai kredibilitas yang sangat tinggi.
Kini kita lihat Iran, untuk sekarang negara Iran bisa dikatakan sebagai negara Islam yang maju. Sebagai negara yang bertahan dengan bahasa Arab Persia-nya, Iran semakin percaya diri menjadikan negaranya sebagai negara maju, dan menjadi satu-satunya negara yang sukses mengelabui Amerika dan sekutunya.

Akhir kata, bangsa Indonesia adalah bangsa yang unik. Berawal dari satu rumpun melayu tetapi lebih memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional bukan bahasa melayu. Ketahanan bahasa Indonesia yang baku sebagai bahasa pemersatu tidak akan kuat selain kita sendiri yang mempertahankannya.



oleh: Zakaria Anshori

8/10/2010

PESANTREN AL ITTIHAD CIANJUR : PERPADUAN KURIKULUM SEBAGAI PEMIKAT

Berbicara tentang pondok pesantren, tentunya tidak terlepas dengan sistem dan manajemen yang digunakan sebagai upaya pengembangan yang diharapkan oleh pesantren tersebut. Al Ittihad merupakan salah satu dari sekian banyak pesantren di kabupaten Cianjur yang sukses membentuk santri yang siap menghadapi tantangan zaman yang serba modern ini.
Letaknya yang startegis dan tidak jauh dari terminal Rawa Bango, yaitu di Jl Raya Bandung Km 3 Rawabango, Bojong Karang Tengah, Cianjur, Jawa Barat. Pesantren tersebut berdiri diatas tanah wakaf dari H. Ecep Badruddin, BA, ia merupakan saudagar sukses dari Jakarta dan juga sukses dalam membina Yayasan Budi Mulia. Yayasan ini bergerak dibidang pendidikan formal dan informal yaitu RA, TKA, TPA, dan Madrasah Diniyyah. Dari situlah H Cecep terinspirasi untuk mendirikan lembaga pendidikan pesantren, maka didirikanlah pondok pesantren ini di atas tanah seluas 11.000 meter2 di daerah Cianjur.
Dari pasangan H. Ecep Badruddin dengan Hj. Mimin Rukoyah ini mempunyai putri yang bernama Dra. Hj. Ety Muflihah kemudian dinikahkan dengan seorang pemuda cerdas kelahiran Berebes, Jawa Tengah bernama H. Kamali Abd. Ghani. ia adalah alumni pesantren Lirboyo dan sempat mengajar di Pondok Pesantren Darul Rahman, Jakarta. Atas kemahiran H. Kamali dalam berbagai disiplin ilmu, maka dipercayakanlah pesantren tersebut kepadanya. Oleh karenanya pada tahun 1997 KH. Kamali Abd. Ghani beserta isteri dan kedua anaknya saat itu, hijrah ke Cianjur tepatnya ke lokasi dimana pesantren tersebut akan dibangun.
Awal pembelajaran dimulai pada bulan Juli 1997, dengan fasilitas apa adanya dan santri seadanya hanya 14 orang santri. Kegiatannya pun dimulai dengan segala kesederhanaan dan kesahajaan. Semua ini terwujud berkat dorongan dari beberapa orang tua siswa yang ingin menyekolahkan putra-putrinya di pesantren diiringi semangat ingin mewujudkan impian.
“Awalnya kami mendirikan pesantren ini apa adanya, dengan modal 14 santri dan tidak terlalu banyak hal yang harus kami lakukan karena kami sebagai pendatang bukan asli warga Cianjur dan harus menyesuaikan dengan daerah yang baru ini” Tutur KH. Kamali saat diwawancarai majalah Risalah NU
Lebih lanjut Kyai kelahiran Berebes 1958 tersebut mengatakan jenjang yang pertama di buka adalah SMP, dengan memadukan kurikulum DIKNAS, Lirboyo dan Gontor. Perpaduan ini kami ambil sebaik-baiknya walaupun tidak sempurna dan tidak bisa menghasilkan alumni sebaik kedua lembaga besar tersebut.

Awal Perkembangan

Pesantren Al-Ittihad didirikan dengan membawa misi mengembangkan ilmu pengetahuan keagamaan yang berorientasi kepada penguasaan kitab salaf sebagai ciri pokok pesantren dengan menggunakan sistem pengajaran pesantren Lirboyo, penerapan bahasa Arab dan bahasa Inggris dengan dalam keseharian dengan metode Gontor, sehingga santri menjadi lebih siap menghadapi tatangan global. Dengan misi seperti itulah kemudian pesantren ini mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Perkembangan pesantren Al-Ittihad lebih nampak lagi setelah hadirnya Drs. Aguslani Mushlih ZA seorang aktivis yang kemudian diamanahi menjadi Kepala SMP.
Tahun 2000 Pondok Pesantren al Ittihad diresmikan oleh Asda Cianjur yang pada saat itu bupatinya adalah Drs. H. Harkat Handiamihardja. Setelah diresmikan, manajemen dan sistem pengajaran di pesantren ini pun mulai tampak perkembangannya, hal ini terlihat dengan mengadopsi sistem dan kurikulum pendidikan formal dari Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS).
Karena itu, Periode 1999-2000 dapat dikatakan sebagai awal masa kemajuan pesantren ini. Nama SLTP Al-Ittihad pun dirasa tidak asing di kalangan masyarakat Kabupaten Cianjur, dan ini juga masa pertama kali SLTP Al-Ittihad mengikuti Ujian Nasional. Para siswanya dinyatakan LULUS 100%. Untuk melanjutkan pendidikan pesantren agar berkesinambungan, maka pada periode ini pesantren mendirikan SMU. Sebagai figur kepemimpinan untuk mengelola SMU tersebut, ditunjuk Dra.Hj.Ety Muflihah sebagai Kepala yang pertama. Pada masa ini para santri mulai bertambah dari berbagi daerah yang jumlahnya mencapai 300 orang lebih.
Penerapan pemahaman Islam yang inklusif dan progresif yang diajarkan oleh pesantren ini kepada para santrinya, terkadang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Awalnya masih ada sebagian masyarakat yang bertanya-tanya mengenai faham yang dianut oleh pesantren Al-Ittihad. Namun setelah pimpinan pesantren KH.Kamali Abd.Ghani terpilih menjadi Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cianjur masa khidmat 2000-2001 maka sangkaan buruk masyarakat itu lambat laun hilang dan keinginan memasukkan putra putrinya ke pesantren ini pun semakin kuat.
Tidak hanya itu, jaringan yang dimiliki pesantren al Ittihad cukup luas. Karena itu pesantren ini mulai banyak menerima bantuan antara lain yang diperuntukkan bagi pembangunan sekolah melalui Departemen Pendidikan Nasional, dengan program imbal-swadaya. Pesantren Al Ittihad juga pernah menerima dana hibah dari Belanda, bahkan Kepala SMP Al-Ittihad pada tahun 2002- 2003 saat itu Aguslani Mushlih ZA menerima Piagam Penghargaan dari Bupati Cianjur Ir.H.Wasidi Swastomo,M.Si, sebagai Kepala SMP terbaik dalam mengelola dana Hibah Belanda Tahun 2003.
Dengan motifasi seperti itu, para pimpinan di lingkungan pesantren baik kepala sekolah, guru, maupun para santri berlomba-lomba mencetak prestasi bagi kepentingan pengembangan pesantren. Kini kepemimpinan SLTP telah beralih dari tangan Ust. Aguslani Mushlih ZA kepada Ust.Hendri Irawan S.Pdi. Menurut Ustadz Hendri, ada sebuah prinsip yang harus dicamkan. “Jangan puas dengan apa yang sudah didapatkan, pertahankan sesuatu yang sudah ada dan berusahalah menyempurnakan segala kekurangan yang ada “ Motivasi ini diharapkan dapat mempersatukan guru dan menjadi satu strategi untuk membangun sebuah teamwork yang baik.

Kegiatan Santri

Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan dimana aktivitas sehari-hari para santrinya diatur dalam sebuah jadwal yang ketat dalam kerangka sebuah proses pembelajaran. Pengaturan agenda kegiatan santri ini juga dimaksudkan agar mereka belajar disiplin dan menghargai waktu. Dalam mahfuzhat yang diajarkan.
Seperti galibnya sebuah pondok pesantren, Pesantren al Ittihad juga tidak meninggalkan tradisi pesantren, yaitu mengaji kitab kuning, seperti pengajian kitab nahwu, sharaf, fiqih, tafsir dan lain sebagainya. Pengajian kitab kuning ini dilakukan di waktu petang dan malam hari. Pagi harinya diisi oleh kegiatan sekolah dan disiang harinya diisi oleh kegiatan ekstra kulikuler. Kegiatan rutin lainnya adalah pemantapan bahasa khususnya di dua bidang bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab dengan teorinya di terapkan disaat pelajaran sekolah dan diperaktekan dengan metode muhaddatsah dalam keseharian. Program lainnya yang menjadi prioritas di pesantren ini adalah hafalan al Qur'an. Hafalan al Qur'an ini menjadi penting sekali bagi santri sebagai calon pemimpin masyarakat dimasa yang akan datang.
Kedisiplinan para santri terlihat disaat kumandang adzan tiba, satu per satu dari mereka menuju masjid, ketika itu aktivitas pun tidak berhenti. Disela-sela menunggu santri lain, sebagian dari mereka membaca puji-pujian, shalawatan, membaca dan menghafal al Qur'an dan amalan lainnya hingga iqamah dikumandangkan.
Waktu luang tidak disia-siakan oleh mereka. Usai shalat Dzuhur para santri tersebar dengan berbagai kegiatan eksrta kulikuler sebagai sarana pengaktualisasian bakat dan hobi mereka. Olah raga, bermain music tradisional maupun modern, marawis, theater, paskibra, pramuka, PMI dan lain sebagainya.
Disamping itu juga para santri dibekali dengan program muamalat melalui koperasi, dan perkebunan tanaman hias. Dengan adanya program ini, diharapkan santri dapat hidup mandiri ketika mereka terjun ke masyarakat.
Hingga kini Pondok Pesantren al Ittihad sudah berjalan 13 tahun, tercatat guru di pondok pesantren ini secara keseluruhan mencapai 101 guru baik yang tetap maupun tidak, dengan jumlah siswa 2100 siswa. Guru yang tinggal di asrama sebanyak 48 orang, sedangkan siswa seluruhnya diwajibkan untuk tinggal di asrama. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga keseimbangan pengetahun para santri.

5/20/2010

BUYA DIMYATHI, ULAMA SUFI YANG HAUS ILMU

Syekh Dimyathi bin Muhammad bin Amin al-Bantani adalah sosok ulama kharismatik berkelahiran Banten, tepatnya di kampung Kalahang, Kabupaten Pandeglang. Lahir sekitar tahun 1925 anak dari pasangan H.Amin dan Hj.Ruqayah. Dikalangan masyarakat luas beliau sering dipanggil dengan sebutan Abuya Dimyathi atau Mbah Dim, sebutan ini merupakan bentuk penghormatan masyarakat kepadanya atas keluhuran ilmunya, sikap tawadhunya yang begitu tertancap kokoh layaknya seorang ulama.
Sejak kecil, Abuya mendapatkan pengajaran secara langsung dari ayahnya, Syekh Muhammad Amin bin Dalin. Ia adalah sosok orang tua sekaligus ulama yang sangat ketat kecintaan terhadap berbagai disiplin ilmu. Sifat inilah yang kemudian dipegang erat oleh Abuya Dimyathi. Beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lain, mulai dari Pesantren Cadasari, kadupeseng Pandeglang, ke Plamunan hingga ke Pleret Cirebon.
Semangat dan Ketekunan dalam menimba ilmu tidak pernah surut dalam diri Buya. Hal ini terbukti disaat beliau sudah menikah dan dikaruniai putra, yaitu sekitar tahun 1967-1968 M buya kembali mondok bersama putra pertamanya, serta beberapa orang santri yang turut mendampinginya. Setidaknya terdapat beberapa ulama yang beliau datangi untuk dijadikan sebagai guru. Di antara ulama-ulama tersebut adalah Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantany.
Abuya Dimyathi dikenal sebagai ulama yang cukup ketat dalam menjalankan perintah-perintah agama, dalam pengabdiannya beliau tidak hanya mengajarkan ilmu syari’at, tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya merupakan mursyid besar Thariqah Syadziliyah, Setidaknya, ada tiga syarat menjadi seorang Mursyid. Pertama, seorang mursyid ketika menjadi pembimbing spiritual dan penunjuk jalan haruslah matang dalam menguasai ilmu para ulama. Kedua, seorang mursyid juga harus memahami memahami hikmah dari orang-orang yang sudah Ma’rifat Billah. Ketiga, seorang mursyid menguasai pula taktik dan strategi yang diterapkan penguasa (raja atau pemimpin politik).
Tidak hanya itu prilaku kehidupannyapun sangat tampak sekali dipenuhi oleh pendekatan-pendekatan tasawwuf. Seperti Juhud, tawadlu, ikhlas dan istiqomah. Maka tidaklah mengherankan apabila ada sebagian ulama yang menyebut Abuya Dimyathi adalah ulama rasikh, yaitu ulama yang sikapnya sehari-hari merupakan cerminan dari ilmu yang dikuasainya.
Ketekunan dan keistiqamahan buya dalam menyampaikan ilmu terbukti pada tahun 1999 mulai mengadakan pengajian kitab tafsir Ibnu Jarir yang mempunyai ketebalan 30 jilid, khatam dengan sempurna pada tahun 2003. Kaitannya dengan tafsir tersebut, banyak orang yang tidak percaya. Tapi itulah sosok Mbah Dim yang tak henti hentinya menyampaikan ilmu. Beliau membacakan tafsir Ibnu Jarir itu setelah khatam tafsir Ibnu Katsir (4 jilid) selama empat kali khataman.
Tidak hanya itu. Selai pandai dalam disiplin ilmu, Abuya juga termasuk sebagai sosok pejuang yang penuh dengan karomah, dituturkan dan membuat kita berdecak kagum. Misal seperti masa perjuangan kemerdekaan dimana Abuya berada di garis terdepan menentang penjajahan, kisah kereta api yang tiba-tiba berhenti sewaktu akan menabrak Abuya di Surabaya, kisah angin mamiri diutus membawa surat ke KH Rukyat. Ada lagi kisah Abuya bisa membaca pikiran orang, kisah nyata beberapa orang yang melihat dan bahkan berbincang dengan Abuya di Makkah padahal Abuya telah meninggal dunia. Bahkan kisah dari timur tengah yang mengatakan bahwa Abuya tiap malam jumat ziarah di makam Syech Abdul Qodir al Jailani dan hal-hal lain dan kisah lainnya yang merupakan tanda kemuliaan seorang Abuya.

Kerjaannya Ngaji

Terdapat prilaku yang unik dari sosok Mbah Dim. Seringkali beliau menolak tamu yang berkunjung bahkan disuruh pulang lagi jika kedatangan tamu tersebut mengganggu aktifitasnya, yaitu disaat Abuya mengajar. Tak peduli siapapun yang datang. Pejabat, presiden, konglomerat, orang kaya atau siapa saja, jika datang pada jadwal ngaji bersama jemaah, Abuya sering mengatakan kepada mereka, “pulang saja! Saya mau kerja.” Itulah kerjaannya adalah ngaji.
Cara inilah yang terus menerus sebagai upaya menuju ma’rifat kepada Allah. Dengan kata lain mengaji adalah mengajar, hal ini berdasarkan ucapan-ucapan yang sering keluar “thariqah aing mah ngaji!” artinya Thariqatku adalah ngaji. Mengaji adalah sebuah proses transformasi ilmu pengetahuan dari guru kepada murid. Melalui ngaji ini sejarah dan keteladanan Nabi serta para Sahabat dan Tabiin diwariskan kepada generasi selanjutnya yaitu para ulama. Sejalan dengan sabda Rasulullah saw. Bahwa ulama adalah pewaris para nabi.
Melalui pengajian seorang santri akan memperoleh ilmu, yang mana dengan ilmunya itu dia dapat menjalani amal dan praktik ibadah menjadi bersih dari segala hal yang dapat merusak nilai ibadah itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang Allah firmankan dalam surah al Mujadalah ayat sebelas bahwa Allah akan meninggikan orang yang beriman dan berilmu hingga beberap derajat. Begitu juga al-Ghazali mengatakan bahwa orang-orang yang selalu belajar akan sangat dihormati.
Cukup sering Abuya Dimyathi menyitir ungkapan para ulama yang menyebutkan pentingnya ngaji, hal ini merupakan sebuah perwujudan atau bentuk manifestasi rasa syukur hamba kepada Allah, karena manusia berbeda dengan makhluk lainnya yaitu dikaruniai akal yang sempurna. Dengan ngaji berarti dia menggunakan akal tersebut dengan sebaik baiknya, dengan ngaji pula merupakan upaya untuk membuang kebodohan yang dianggap sebagai bencana yang membawa dirinya pada kegelapan.
Wejangan spiritualnya selalu dinantikan masyarakat. Wejangan-wejangan Abuya memiliki kualitas tinggi sebagai obat bagi jiwa-jiwa yang sakit, oase bagi jiwa yang gersang sekaligus Nur ilahiyah yang menguasai kerajaan hati, dengan berjuta-juta malaikat berjaga disana, yang bisa mengusir gelap (zhulumat) dan setan serta bala tentara (Junud Asy-Syatain) dari hati manusia.
Namun sayang, ulama’ yang selalu menjadi pusat perhatian ini tepat pada hari Jum’at tanggal 3 oktober 2003 / 07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib telah dijemput oleh Allah dalam usia 78 tahun. Padahal, pada hari itu juga akan dilangsungkan acara resepsi pernikahan putranya yang ke-4. Begitu mendengar bahwa Abuya Dimyathi wafat, maka pesantren yang terletak di desa Cidahu Cadasari Pandeglang Banten itu ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ingin mengikuti acara resepsi pernikahan sekaligus pemakaman Abuya Dimyathi. Kejadian ini adalah suatu rahasia Allah yang Maha Mengatur yang dengan kekuasaannya dapat menjalankan dua agenda besar sekaligus secara bersamaan “pernikahan” dan “pemakaman”.


Zakaria Anshori

3/02/2010

NIKMATNYA BERSYUKUR

Rustam, begitulah nama panggil seorang laki-laki separuh baya yang sedang duduk di pinggiran lorong RSCM Jakarta. Ketika saya menghampirinya senyum manis pun terpacar dari wajahnya, tidak menampakkan bahwa dirinya penderita penyakit tumor ganas yang menyebabkan kematian.

Perbincangan pun dimulai, tak lama dia mengatakan bahwa dirinya sudah divonis mati oleh dokter yang sudah tiga bulan menanganinya. Seketika itu saya merasa kaget dengan keadaan yang begitu mengancam, tapi disikapi dengan tegar dan santai seolah-olah tidak ada beban. Akhirnya dia mengatakan bahwa ini semua karunia Allah, baik sakit maupun sehat itu semua nikmat yang harus disyukuri, kita disehatkan oleh Allah dan disakitkan oleh Allah pula, serahkan saja semua ini kepada pemilik-Nya.

Sungguh pelajaran yang luar biasa bagi kita semua. Apabila kita tela’ah lebih mendalam apa yang dipesankan Allah dalam surah Ibrahim ayat tujuh, dengan isi pesan “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka pasti adzab-Ku sangat berat’.

Syukur terambil dari bahasa Arab “syakara” sama dengan kata “fataha” yang berarti membuka. Membuka dalam arti siap menerima apapun yang akan terjadi, baik pada diri, pikiran atau perasaan. Dengan kondisi siap seperti inilah kedamaian akan menguasai seluruh aktivitasnya. Akan tetapi kebanyakan manusia sering melupakan tiga hal tersebut.

Tiga hal utama yang sering menutupi manusia untuk mensyukuri segala nikmat yang dia terima. Al Qur’an menyebutkan bahwa penglihatan (abshar), pendengaran (sam’un), dan hati nurani (af’idah). Tidak hanya Allah mengingatkan ketiga hal ini harus dibuka. Itu menunjukkan bahwa ketiga hal tersebut memiliki potensi penting agar mau bersyukur, namun sedikit sekali orang yang menyadari tiga hal tersebut.

Abshor atau penglihatan adalah indera yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan berfungsinya penglihatan, maka apapun yang ada di sekeliling secara dlohiriyah akan tampak jelas. Membuka penglihatan berarti menyadari betapa banyak nikmat dari melihat yang Allah berikan. Melalui penglihatan, kita bisa menyadari dan memperhatikan bagaimana keadaan orang di sekeliling dengan kondisi di bawah kita, baik segi ekonomi, kesehatan, kesejahteraan, dan lain sebagainya. Maka akan dirasakan jauh lebih besar nikmat yang kita terima dibanding mereka.

Setelah penglihatan terbuka, saatnya telinga (sam’un) atau pendengaran dibuka, untuk mendengar dan menerima berbagai masukan dan iformasi secara jernih dari apa yang terjadi di sekitar. Terbukanya wawasan dan pengetahuan akan lebih mudah memahami semua nikmat yang diterima. Maka muncullah istilah nikmatul ilmi (nikmat pengetahuan). Bayangkan saja, di era yang serba modern ini masih saja ada orang yang buta huruf, sedangkan zaman dari waktu ke waktu terus berkembang, atas kekurangan dan kebohan tersebut mereka tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.

Untuk selanjutnya adalah perasaan (fu’ad), hal ini sama halnya dengan berjiwa besar. Seorang yang berjiwa besar akan menerima sekecil apapun nikmat tersebut, ataupun nikmat itu berupa hal yang buruk menurut pandangan kita. Memang pada kenyataannya bersyukur itu sering disalahartikan dan di pilah-pilah. Ketika mendapatkan sesuatu yang menurut pandangan kita itu harus disyukuri, seketika itu pula kita bersyukur. Akan tetapi disaat nikmat itu kita pandang sebagai musibah padahal di hadapan Allah itu merupakan karunia dan patut disyukuri, kita malah mengingkarinya. Itulah pelajaran yang saya dapatkan dari seorang Rustam pasien RSCM dengan menggunakan fasilitas SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), ia terus berusaha demi kesehatan dirinya meskipun sudah divonis mati.

Kesadaran seperti ini selanjutnya akan memberikan ketenangan dalam hati atas segala yang kita terima dan kita hadapi. Jika mendapat nikmat yang banyak, kita bersyukur bahwa tuhan memberikan atas apa yang kita usahakan. Akan tetapi ketika kita menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, kita juga tidak larut dalam kesedihan yang mendalam, dan disikapi dengan penuh keikhlasan dan ketegaran.

Ungkapan rasa syukur tidak hanya disampaikan dengan kata-kata yang keluar dari bibir semata, melainkan dengan tindakan yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Mengerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk berprilaku positif. Bersyukur atas limpahan harta yang diterima bisa berupa berinfaq, bershadaqah, membelanjakan kepada hal-hal positif yang berguna bagi kehidupan, baik diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat secara umum.

Mensyukuri nikmat sehat berarti menggunakan kesehatan tersebut pada kebaikan. Bekerja keras, tidak bermalas-malasan, dan selalu menjaga kesehatan agar tetap berada dalam kondisi sehat. Mensyukuri nikmat hidup berarti menggunakan kehidupan ini dengan tidak melaksanakan larangan yang diperintah Allah dan Rasul-Nya, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan pekerjaan yang tidak ada gunanya.

Dengan bersyukur kehidupan akan terasa lebih berwarna dan lebih bermakna, ia tidak lagi berfikiran sempit dengan memikirkan jangka pendek. Tetapi bagaimana memaknai hidup secara lebih objektiv dan berfikir kreatif dengan memikirkan sesuatu yang bisa dirasakan hanya dalam waktu sesaat. Dengan bersyukur pula apapun hal negative yang muncul dari dirinya, akan difahami sebagai sebuah wadah kehidupan untuk selau berorientasi kepada yang lebih baik.

Allah telah menjanjikan barangsiapa yang pandai bersyukur maka ia akan menambahkan nikmat-Nya. Tambahnya suatu nikmat tergantung seberapa besar kerja keras dan usaha kita dalam menggapai nikmat itu. Setelah seluruh unsur terkumpul dengan lengkap, yaitu berfikir positif, berjiwa besar dengan disertai kerja keras, maka potensi tambahnya nikmat akan semakin terbuka. Inilah yang menjadi jelmaan dari janji Allah tersebut.

Di saat rasa syukur itu hilang, maka berbagi prasangka negative pun akan bermunculan. Diberi nikmat merasa kurang, dicoba dengan musibah terus mengeluh, ketika sehat selalu bermalas-malasan dan lain sebagainya. Alasan demi alasan terus dilontarkan demi memuaskan dirinya untuk terus bergelimang pada kekufuran. Maka tidak hanya di akhirat adzab Allah tampak, di dunia pun Allah telah memperlihatkan adzab-Nya kepada mereka yang terus kufur terhadap nikmat yang selama ini mereka terima. Wallahu a’lam


zakaria by collection

2/26/2010

MAULID BULAN HARAPAN

Zakaria Anshori
Redaktur Majalah Risalah NU

Nun jauh disana telah lahir seorang laki-laki sang panutan umat, yang membawa harapan bagi seluruh makhluk, hadir disaat situasi moral manusia carut-marut, disaat ekonomi bangsa Arab tercemar oleh kondisi social dan prilaku mereka, beliau hadir dengan penuh pengakuan dari segenap lapisan manusia dengan gelar al amin (yang terpercaya).

Pada 12 Rabiul Awwal bertepatan dengan 20 April 571 M, terlihat pancaran cahaya di salah satu sudut kota Mekkah, gemuruh shalawat terdengar dari berbagai pelosok, sambutan suka cita mengiringinya hingga terlahirlah seorang Nabi akhiruz zaman pembawa risalah ilahiyah sebagai panutan hidup manusia di muka bumi.

Dia adalah Muhammad bin Abdulah bin Abdul Muthallib (namanya Syaibah) bin Hasyim (namanya Amru) bin Abdi Manaf (namanya Mughirah) bin Qushai (namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadzhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mu’id bin Adnan. Mereka adalah tokoh-tokoh kharismatik Quraisy dari keturunan Ismail bin Ibrahim as.

Berbagai kejadian luar biasa turut menghiasi kelahirannya. Kegagalan pasukan Gajah yang dipimpin raja Abrahah dalam penyerangan Ka’bah, empat belas tembok tinggi istana Kisra (maharaja Persia) runtuh dan api sesembahan orang-orang majusi yang sudah bertahun-tahun tidak padam mendadak padam.

Sesungguhnya dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kalian, yang baik bagi orang yang selalu mengharapkan rahmat Allah dan hari akhirat, dan dia banyak menyebut Allah (al Ahzab: 21). Dengan gambaran ayat tersebut, Rasulullah saw. merupakan manusia biasa, berhiaskan akhlak sempurna, sang penyejuk suasana yang mendamaikan hati yang sedang gundah-gulana.

Kebiadaban dan kekejaman bangsa jahiliyah menjadi tantangan utama Rasulullah saw. ancaman datang bertubi-tubi, kejahatan marak di mana-mana, orang tua berlaku zina dengan anaknya, guru sodomi murid, orang tua bunuh anak, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya. Prilaku jahiliyah ini sudah menjadi santapan menu harian yang tidak bisa lepas dari kehidupan.

Harapan kini telah tiba, Muhammad sang pemberani datang dengan membawa suatu seruan yang bertentangan 180 derajat dari kehidupan mereka. Dakwahnya tidak hanya menyerukan dan mengenal agama, akan tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan. Aspek social, ekonomi, politik dan keluarga.

Tiga belas tahun lamanya Rasulullah bagai hidup di mulut harimau, tetapi sang harimau tak mampu menancapkan taring-taringnya untuk melukai beliau. Setelah itu selama satu dasawarsa di Madinah, sang harimau masih terus mengintai dan beberapa kali mencoba menerkam. Namun baik di Mekkah maupun di Madinah, dengan akalnya yang gemilang, strategi yang tepat, perencanaan yang baik, didukung pula oleh sikap sabar dan lapang dada beliau,sang harimau justru terjaring dalam perangkap.

Kesuksesan yang sempurna ini tidak lain dari keadaan pribadi Rasulullah. Ibadahnya kepada Allah, sikap zuhud, tawadhu, kebajikan dan kasih sayang, semua menjadi satu bagaikan untaian permata yang indah.

Bulan Maulid adalah momentum kita dalam mencontoh peribadi yang paripurna, pribadi yang selalu mengedepankan kebijakan diatas kebajikan, insan yang berkpribadian unggul, berakhlak pilihan dan bertingkah laku istimewa. Itulah akhla al Qur’an. Oleh karenanya jika kita mengikuti jejak langkah Rasulullah saw. maka akan melahirkan peradaban baru. Akan tetapi jika kita menolak dan bertentangan dengan risalah ilahiyah yang dibawakan Rasulullah, maka tunggu saatnya lahir manusia-manusia biadab yang akan merusak tatanan kehidupan di muka bumi baik materil maupun moril. Wallahu a’lam