3/17/2009

Membina Ukhuwah

Pertama mari kita panjatkan rasa syukur dan tunduk kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat kepada kita yang tak terhitung jumlahnya. Dengan nikmatnya kita bisa melaksanakan kewajiban dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Yang telah mempersatukan kaum muhajirin dan anshor dari kalangan yang berbeda sehingga mereka bisa hidup bedampingan dengan penuh kedamaian didalam ukhuwah. Ukhuwah itu pulalah yang menjadi pilar sangat kuat dalam dakwahnya.
Secara bahasa ukhuwah berarti persaudaraan. Nabi Muhammad Saw. Menyebutkan dalam hadisnya bahwa mukmin yang satu dengan yang lainnya adalah bersaudara bagaikan satu bangunan yang memperkuat antara satu dengan lainnya. Hal ini ditegaskan dengan adanya ikatan yang mempertautkan manusia dalam bingkai kehidupan yang rukun karena kesamaan pandangan, tanggung jawab dan kepentingan bersama.
Ukhuwah merupakan kenikmatan yang tiada bandingannya dan tidak dapat digantikan dengan segala bentuk kemenangan dunia. Sebuah kemenangan dunia tidak akan berarti apa apa jika tidak memberikan manfaat dan merusak jalinan ukhuwah yang dibina selama ini. Hanya saja disadari atau tidak, kenikmatan ukhuwah disaat sekarang ini tidak bisa kita rasakan secara utuh, fitnah materi yang mendorong pada melemahnya nilai-nilai ukhuwah. Indahnya kebersamaan dan kecintaan akan lebur digilas oleh pola hidup materialisme. Dengan banyaknya konflik, perpecahan di dalam tubuh islam, apalagi didorong dengan makin panasnya suhu politik menjelang pemilu 2009 ini antar sesama ummat islam saling sikut dan saling senggol demi memenangkan kelompoknya dan tidak memandang manfaat kepada ummat, itu semua merupakan bagian dari pola hidup materialisme.
Untuk menumbuhkan kembali jiwa ukhuwah ini, Imam Hasan Al Banna mengatakan ada tiga hal yang menjadi rukun dalam ukhuwah: (1). Taaruf. Ini merupakan sikap saling mengenal dan saling mencintai dengan ruh Allah. Selain itu taaruf merupakan sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan.
Taaruf bukan sekedar bentuk formalitas dari kehidupan dan bukan berarti mengukur tingkat keimanan, melainkan proses pengenalan dan pengidentifikasian diri seseorang sehingga tidak terjebak pada tindakan yang bersifat ghurur. Hal yang paling dasar dalam pengidentifikasian taaruf ini adalah akhlak. Akhlak inilah yang menjadi pokok penilaian masyarakat terhadap diri kita sehingga mempengaruhi sejauhmana tingkat ukhuwah yang dimiliki selama ini.
Rasulullah Saw. Diawal dakwahnya di utus untuk menyempurnakan akhlak, disaat tingkah laku masyarakat jahiliyah yang semakin jauh dari ridla Allah. Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah.
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini.
Yang menjadi rukun ukhuwan kedua adalah Tafahhum (toleransi). Sikap saling memahami ini merupakan sebuah perwujudan dari menghormati dan menghargai pendapat yang berbeda dari pendapat yang dianutnya sendiri. Namun jangan sampai sikap tenggang rasa ini di jadikan dalil dalam melaksanakan tindakan-tindakan yang bathil. Rasulullah Saw. Mengajarkan toleransi ini tidak hanya pada muslim saja, melainkan non-muslim pun Rasulullah menyuruh kita untuk selalu bersikap toleran. Firman Allah dalam Surah al Kafirun:

لكم دينكم ولى دين
“bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
Ayat ini jelas sekali mengandung unsur toleransi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan ayat ini ketika ada ajakan untuk mengadakan penyembahan bersama dengan orang-orang jahiliyyah. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menolaknya dengan menyampaikan ayat ini kepada kaum kafir Quraisy.
Selanjutnya dari rukun ukhuwah adalah Takafful. Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan. Takaful dalam pengertian ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Almaidah:2:

وتعا ونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran".
Ukhuwah adalah modal terbesar kita dalam menciptakan Negara yang aman, saling menghormati, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama. Dengan ukhuwah persatuan dan kesatuan akan terjaga, dan dengan ukhuwah pulalah kita bisa merasakan nikmatnya iman dan persaudaraan.
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab-sebab permusuhan
Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang-orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada dan cinta, yaitu itsar.
Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsure, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.

2 komentar:

ARISTIONO NUGROHO mengatakan...

Assallamu'alaikum Wr. Wb.
Hi friend, peace...
Blognya keren, update terus yaa...
Mari tebarkan nilai-nilai Islam di dunia maya, agar semakin banyak orang yang berkesempatan mengenal keindahan Islam.
Kalau sempat silahkan berkunjung atau mengikuti blog saya, "Sosiologi Dakwah" di http://sosiologidakwah.blogspot.com
Wassallamu'alaikum Wr. Wb.

mawardi mengatakan...

Salam terima kasih artikelnya