3/02/2010

NIKMATNYA BERSYUKUR

Rustam, begitulah nama panggil seorang laki-laki separuh baya yang sedang duduk di pinggiran lorong RSCM Jakarta. Ketika saya menghampirinya senyum manis pun terpacar dari wajahnya, tidak menampakkan bahwa dirinya penderita penyakit tumor ganas yang menyebabkan kematian.

Perbincangan pun dimulai, tak lama dia mengatakan bahwa dirinya sudah divonis mati oleh dokter yang sudah tiga bulan menanganinya. Seketika itu saya merasa kaget dengan keadaan yang begitu mengancam, tapi disikapi dengan tegar dan santai seolah-olah tidak ada beban. Akhirnya dia mengatakan bahwa ini semua karunia Allah, baik sakit maupun sehat itu semua nikmat yang harus disyukuri, kita disehatkan oleh Allah dan disakitkan oleh Allah pula, serahkan saja semua ini kepada pemilik-Nya.

Sungguh pelajaran yang luar biasa bagi kita semua. Apabila kita tela’ah lebih mendalam apa yang dipesankan Allah dalam surah Ibrahim ayat tujuh, dengan isi pesan “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka pasti adzab-Ku sangat berat’.

Syukur terambil dari bahasa Arab “syakara” sama dengan kata “fataha” yang berarti membuka. Membuka dalam arti siap menerima apapun yang akan terjadi, baik pada diri, pikiran atau perasaan. Dengan kondisi siap seperti inilah kedamaian akan menguasai seluruh aktivitasnya. Akan tetapi kebanyakan manusia sering melupakan tiga hal tersebut.

Tiga hal utama yang sering menutupi manusia untuk mensyukuri segala nikmat yang dia terima. Al Qur’an menyebutkan bahwa penglihatan (abshar), pendengaran (sam’un), dan hati nurani (af’idah). Tidak hanya Allah mengingatkan ketiga hal ini harus dibuka. Itu menunjukkan bahwa ketiga hal tersebut memiliki potensi penting agar mau bersyukur, namun sedikit sekali orang yang menyadari tiga hal tersebut.

Abshor atau penglihatan adalah indera yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan berfungsinya penglihatan, maka apapun yang ada di sekeliling secara dlohiriyah akan tampak jelas. Membuka penglihatan berarti menyadari betapa banyak nikmat dari melihat yang Allah berikan. Melalui penglihatan, kita bisa menyadari dan memperhatikan bagaimana keadaan orang di sekeliling dengan kondisi di bawah kita, baik segi ekonomi, kesehatan, kesejahteraan, dan lain sebagainya. Maka akan dirasakan jauh lebih besar nikmat yang kita terima dibanding mereka.

Setelah penglihatan terbuka, saatnya telinga (sam’un) atau pendengaran dibuka, untuk mendengar dan menerima berbagai masukan dan iformasi secara jernih dari apa yang terjadi di sekitar. Terbukanya wawasan dan pengetahuan akan lebih mudah memahami semua nikmat yang diterima. Maka muncullah istilah nikmatul ilmi (nikmat pengetahuan). Bayangkan saja, di era yang serba modern ini masih saja ada orang yang buta huruf, sedangkan zaman dari waktu ke waktu terus berkembang, atas kekurangan dan kebohan tersebut mereka tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.

Untuk selanjutnya adalah perasaan (fu’ad), hal ini sama halnya dengan berjiwa besar. Seorang yang berjiwa besar akan menerima sekecil apapun nikmat tersebut, ataupun nikmat itu berupa hal yang buruk menurut pandangan kita. Memang pada kenyataannya bersyukur itu sering disalahartikan dan di pilah-pilah. Ketika mendapatkan sesuatu yang menurut pandangan kita itu harus disyukuri, seketika itu pula kita bersyukur. Akan tetapi disaat nikmat itu kita pandang sebagai musibah padahal di hadapan Allah itu merupakan karunia dan patut disyukuri, kita malah mengingkarinya. Itulah pelajaran yang saya dapatkan dari seorang Rustam pasien RSCM dengan menggunakan fasilitas SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), ia terus berusaha demi kesehatan dirinya meskipun sudah divonis mati.

Kesadaran seperti ini selanjutnya akan memberikan ketenangan dalam hati atas segala yang kita terima dan kita hadapi. Jika mendapat nikmat yang banyak, kita bersyukur bahwa tuhan memberikan atas apa yang kita usahakan. Akan tetapi ketika kita menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan, kita juga tidak larut dalam kesedihan yang mendalam, dan disikapi dengan penuh keikhlasan dan ketegaran.

Ungkapan rasa syukur tidak hanya disampaikan dengan kata-kata yang keluar dari bibir semata, melainkan dengan tindakan yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Mengerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk berprilaku positif. Bersyukur atas limpahan harta yang diterima bisa berupa berinfaq, bershadaqah, membelanjakan kepada hal-hal positif yang berguna bagi kehidupan, baik diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat secara umum.

Mensyukuri nikmat sehat berarti menggunakan kesehatan tersebut pada kebaikan. Bekerja keras, tidak bermalas-malasan, dan selalu menjaga kesehatan agar tetap berada dalam kondisi sehat. Mensyukuri nikmat hidup berarti menggunakan kehidupan ini dengan tidak melaksanakan larangan yang diperintah Allah dan Rasul-Nya, tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan pekerjaan yang tidak ada gunanya.

Dengan bersyukur kehidupan akan terasa lebih berwarna dan lebih bermakna, ia tidak lagi berfikiran sempit dengan memikirkan jangka pendek. Tetapi bagaimana memaknai hidup secara lebih objektiv dan berfikir kreatif dengan memikirkan sesuatu yang bisa dirasakan hanya dalam waktu sesaat. Dengan bersyukur pula apapun hal negative yang muncul dari dirinya, akan difahami sebagai sebuah wadah kehidupan untuk selau berorientasi kepada yang lebih baik.

Allah telah menjanjikan barangsiapa yang pandai bersyukur maka ia akan menambahkan nikmat-Nya. Tambahnya suatu nikmat tergantung seberapa besar kerja keras dan usaha kita dalam menggapai nikmat itu. Setelah seluruh unsur terkumpul dengan lengkap, yaitu berfikir positif, berjiwa besar dengan disertai kerja keras, maka potensi tambahnya nikmat akan semakin terbuka. Inilah yang menjadi jelmaan dari janji Allah tersebut.

Di saat rasa syukur itu hilang, maka berbagi prasangka negative pun akan bermunculan. Diberi nikmat merasa kurang, dicoba dengan musibah terus mengeluh, ketika sehat selalu bermalas-malasan dan lain sebagainya. Alasan demi alasan terus dilontarkan demi memuaskan dirinya untuk terus bergelimang pada kekufuran. Maka tidak hanya di akhirat adzab Allah tampak, di dunia pun Allah telah memperlihatkan adzab-Nya kepada mereka yang terus kufur terhadap nikmat yang selama ini mereka terima. Wallahu a’lam


zakaria by collection