3/24/2009

AGAMA SEBAGAI TINJAUAN SOSIOLOGI

PENDAHULUAN
Agama adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kelompok, golongan, atau individu. Di Indonesia saja terdapat banyak agama, dari agama yang dilegalkan perkembangannya sampai agama-agama nenek moyang yang dari dahulu sampai sekarang masih dilestarikan. Diluar Negara kita terlebihnya, banyak agama dan organisasi-organisasi keagamaan yang bersosialisasi kepada masyarakat dcngan ajaran-ajaran masing-masing. Sering kita bertanya mengapa agama disuatu tempat berbeda ditempat yang lain, atau cara peribadatan disuatu tempat bcrbcda ditempat yang lain? Mengapa terdapat banyak macam agama didunia ini. Apakah pula yang menyebabkan agama dapat diterima oleh manusia? Apakah karena faktor kctakutan, penghambaan, atau karena aspek yang lain? Bagaimana pula hubungan antara manusia dan agama? Pada makalah ini insyaallah akan dipaparkan sekelumit tentang pelbagai pertanyaan diatas.

PEMBAHASAN

A. Sosiologi dan Agama
Sosiologi adalah ilmu pcngetahuan tentang kehidupan dalam berhubungan antar kelompok. Sosiologi sebagian mempunyai obyek yang sama dengan ilmu-ilmu kcmasyarakatan lainnya, tetapi ia mcmandang peristiwa-peristiwa sosial dengan caranya sendiri, mendalam sampai hakekat segala pembentukan kelompok, hakekat kerjasama serta kehidupan bersama dalam arti kebcndaan dan kebudayaan.1
Agama, banyak sekali perbedaan dalam mendefinisikan agama, karcna kata agama merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak makna tcrgantung dari sisi mana orang mcmandangnya. Seorang ilmuan W. II. Clark mengatakan bahwa tidak ada kata-kata yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk mcmbuat dcfinisi agama. Karcna pcngalaman agama adalah subycktif, intern, dan individual, dimana setiap orang akan mcrasakan pengalaman agama yang berbcda dcngan orang lain. Disaniping itu, tampak pada bahwa umumnya orang lebih condong kepada mengaku beragania, sekalipun ia tidak menjalankanya2.
Tctapi menurut Harun Nasution, dari sekian banyak dcfinisi agama beliau mengambil intisari dari istilah-istilah agama dcngan kata ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipcgang dan dipatuhi manusia, yang mempunyai pcngaruh bcsar sekali tcrhadap kchidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu barasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia, suetu kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra.3
Dalam ruang lingkup ilmu sosiologi, agama merupakan hal yang sangat krusial dibahas karcna agama scbagai salahsatu aspck dari tingkalilaku kelompok dan kepada peranan yang dimainkannya selama barabad-abad hingga sekarang dalam mcngembangkan dan mcnghambat kelangsungan hidup kclompok-kelompok masyarakat.4
Sosiologi agama tidak menanyakan tcntang hakekat agama, melainkan menyelidiki tempat agama dan penganutannya oleh masyarakat dalam kehidupan sosial. Pcnyclidikannya mcluas lebih jauh lagi,dengan menentukan sampai scberapa jauh pengaruh agama dan organisasi keagamaan pada lapangan kerja umumnya dan pada tinjauan sosial tiap-tiap individu tcrscndiri5.
Pada hal tcrscbut mcnggabungkan suatu soal pokok yang lain yaitu pcrtanyaan sampai scberapa jauh hidup sosial dan perubahan-perubahan struktur sosial menyinggung pcnganutan agama dan dan dapat mendorong organisasi keagamaan kcsuatu arah tertentu.
Dari sinilah tingkah laku keagamaan diantara umat manusia untuk alasan-alasan yang praktis biisa diterima kebenarannya. Tak seorang ahli etnologi pun yang menemukan kelompok manusia tanpa bekas-bekas tingkah laku yang bisa dilukiskan dengan cara yang sama. Keadaan manusia adalah aspck utama dari keragaman ini.

B. Agama dan Manusia
Dari banyak defmisi agama sampai-sampai tidak ada defmisi agama yang mcncapai standar memuaskan. Elizabet K Nottingham pengarang buku religion and society, sampai mengungkapkan statemen diatas, yaitu tidak ada defmisi agama yang memuaskan. Karena suatu hal, agama dalam keanekaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi, bukan defmisi.
Agama adalah gejala yang begitu sering tcrdapat dimana-mana hingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Agama berkaitan dengan usaha-usaha menusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan sendiri dan keberadaan alamm semesta. Agama telah menimbulkan khayal yang yang luas dan juga digunakan untuk kekejaman yang luar biasa (terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna, dan juga perusaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju kcpada dunia yang tidak kita lihat (akhirat). Namun agama juga mclibatkan dirinya dalain inasalah kchidupan manusia sehari-hari. Agama scnantiasa dipakai untuk nicnananikan kcyakinan barn kcdalam hati sanubari tcrhadap alam ghaib dan surga yang didirikan dialami tersebut. Namun demikian juga agama berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang.
Beribadah bersama-sama memakai lambang keagamaan telah mcmpersatukan manusia dalam ikatan yang paling erat, akan tetapi perbedaan agama telah membantu timbulnya beberapa pertentangan yamg palinng hebat diantara kelompok-kolompok itu. Dcngan lambang, manusia dapat mengungkapkan hal-hai yang susah diungkapkan, meskipun hakekat pcngalaman keagamaan selamanya tak dapat diungkapkan. Ide tentang tuhan dapat membantu manusia mcngerjakan tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik, atau berusaha menguasai kesukaran yang banyak dan berusaha mcngakhirinya. Pada prisipnnya, manusia berusaha untuk mcngetahui rahasia dibalik sesuatu, memahami dun mendamaikan antara dua kutub utama yang berlawanan satu sama lain dalam diri mereka sendiri : baik dengan buruk, cinta dengan benci, ibadah dengan maksiat dan lain sebagainya.
Apakah artinya semua ini terhadap pengkaji masyarakat? Meskipun ia tidak bersikap masa bodoh terhadap masalah yang timbul karena sifat dasar dari agama itu sendiri, namun pcrhatian utama adalah kapada agama yang diwujudkan dalam tingkah laku manusia. Bagi orang-orang yang hidup dalam masyarakat apapun, konsepsi tentang agama merupakan bagian yang tidaka akan terpisahkan dari pandangan hidup mereka dan sangat diwarnai olch perasaan mereka yang khas terhadap apa yang dianggap sakral sehingga sukar bagi kita sendiri sebagai orang-orang modern untuk melihat agama dari kacamata ilmiah yang jujur.
Pemeluk suatu agama tentu saja dikendalikan oleh kesetiaan, kayakinan, dan kekaguman tehadap agama mereka. Tugas dari pengkaji masyarakat adalah mencari kebenaran. Mcskipun demikian, dalam mencari kebenaran tersebut dia harus mcngendalikan dan menggunakan semua perasaan dan emosinya dan malah merasa bebas sama sekali. Karenanya, sikap pcngkaji dan pemeluk agama harus tetap berada dalam batas kepribadiannya sebagai individu.
Sekarang banyak sarjana sosiologi yang berusaha mendifinisikan agama dengan melihat manusia sebagai pelaku. Dan mereka memberikan tekanan khusus pada bagaimana mereka menggunakan agama pada kehidupan sosialnya dan bahkan pada semua aspek kehidupannya. Meskipun usaha pada masa dulu untuk mendefinisikan agama dipandang dari sumber aslinya ternyata berkhir tanpa hasil, namun pandangan yang Iebih baru, meskipun kurang dogmatik, scdikit banyaknya mclibatkan asumsi-asumsi yang jelas tentang manusia itu sendiri, sifat dan kebutuhan-kebutuhannya.
Penulisjerdahulii seperti Taylor dan Spencer menganggap agama sebagai buah pemikiran manusia dan hasratnya untuk mengetahui. Ini adalah bagian, bukan hakekat dari kebenaran itu. Durkheim kemudian juga Freud, mcngemukakan landasan-landasan agama yang bersifat naluriah dan emosional. Meskipun perasaan dan emosi merupakan aspek tingkah laku keagamaan. namun agama itu sendiri tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang semata-mata didorong kelahirannya oleh kegembiraan kelompok khalayak ramai (pcndapat Durkheim) atau seperti dikatakan Freud sebagai hakihat dari dorongan nafsu seksual yang mcndapatkan saluran. Diantara binatang binatang hanyalah manusia yang mampu mcnciptakan bahasa simbolik dan pemkiran abstrak. Dia tidak hanya berbuat dan berkreasi, tapi juga mengemhangkan dan menanggapi perbuatan. Karena itu, manusia adalah satu-satunya makhluk yang memikirkan alam, mencapai keserasian dan keemasannya ada kalanya terikat dengan kesadaran beragamanya yang mendalam.6
Penelilian modern banyak mendukung pendapat itu. Tctapi manusia tidak menghadapi masa depannya dengan pcerasaan khawatir, tetapi juga menggunakan kemampuannya untuk menanggapi kejadian-kejadian secara dini sebagai pendorong timbulnya cita-cita, hasrat dan harapannya yang kreatif. Lagi pula kita lihat manusia tidak hanya mengalami tapi juga memikirkan pengalaman-pengalaniannya dan berusaha karas menciptakan penafsiran-penafsiran yang akan memberi makna kepada pengalaman-pengalaman tersebut.
Agama yang dianut manusia, tidak scperti perekonomian, tidak dapat diambil dari satu anugrah yang dimiliki bcrsama dengan binatang-binatang lainnya. Tidak juga dianggap bahwa ia berasal dari salah satu aspek dari sifat-sifat khusus manusia. Bagaimanapun pentingnya bagi agama ketergantungan anak pada orangtua mereka dalam jangka waktu yang lama tidak dapat dijelaskan
kecuali sebagai proyeksi dari tokoh figur orang tua dalam ukuran besar. Ini adalah teori yang memberikan pengertian yang berat sebelah. Ilmu sosial modern meniinjukan fakta bahwa motifasi bagi agama sama rumitnya dengan keadan manusia itu sendiri.
Mungkin belum terpecahkan masalah motivasi agama itu. Tetapi paling tidak kami menunjukkan beberapa aspek dari keseluruhan situasi manusia yang berkaitan langsung dengan agama sebagai salali satu langkah awal untuk menganalisa tingkah laku keagamaan dan hubungannya dengan masyarakat.

C. Sakral dan Ghaib
Sakral berarti suci, kcramat, atau kcrohanian7. Ghaib adalah sesuatu yang bersifat rahasia, tak terlihat, tak tampak, dan tersembunyi. Sesuatu yang sakral lebih mudah untuk didefinisikan. la berkaitan dengan hal-hal yang penuh misteri baik yang sangat mengagumkan sampai yang sangat menakutkan. Dalam semua masyarakat yang kita kenal terdapat perbedaan antara yang suci dengan yang biasa, atau yang sering kita katakan yang sakral dengan yang sekuler atau duniawi. Namun hampir semua benda yang ada dilangit dan bumi disakralkan. Orang hindu memuja lembu yang suci, orang muslim mengsakralkan batu hitam yang ada disalah satu sudut ka'bah, orang Kristen memuja salib diatas altar dan sebagainya.
Ciri umum apakah yang dapat kita temukan dalam berbagai benda dan wujud sakral yang hampir tak terbatas ini? Apabila kita memperhatikan benda-benda dan wujudnya saja kita tidak akan mendapat jawaban, justru dari sikap manusia dan perasaannya kita dapat tau jawabannya. Adalah sikap dan perasaan manusia yang dapat memperkuat kcsakralan benda-benda itu. Dengan demikian, kcsakralan tcrwujud karena sikap mental manusia yang didukung oleh perasaan. Perasaan kagum sendiri sebagai emosi sakral yang paling nyata. Adalah gabungan antara pemujaan dan ketakutan. Intinya, bahwa yang sakral itu tidak difahami dengan akal sehat yang bersilat empirik untuk memenuhi kebutuhan praktis.
Perlu diketahui bahwa bcnda-bcnda yang sakral scbcnarnya sccara lahiriyah tidak jauh berbada dengan benda-benda biasa yang dikenal sehari-hari. Bagi orang-orang yang tidak mcngetahui, Iembu yang sakral menurut orang-orang Hindu akan persis seperti Iembu-lembu yang lain, sama saja dengan salib scpcrti kayu yang dipalangkan. Tapi sckali lagi, sikap dari pcmcluklah mcmbuat pcrbcdaan pcntingdalam hal ini.
Kemudian ada apa dcngan pcrihal ghaib? Sebagaimana tertera diatas bahwa sakral termasuk gaib, tapi dia tidak sama dcngan ghaib. Scbagaimana dijelaskan bahwa kcsakralan itu adalah sikap para pcmeluknya saja. Sedangkan yang gaib adalah bcnda-bcnda dan wujud-wujud dari dunia lain yang diyakini berada diluar dunia yang dikenal secara indrawi. Dan yang ghaid dalam pcngertian inilah tujuan utama tingkah laku keagamaan dikalangan sekte-sekte besar scpcrti yahudi dan nasrani. Contohnya, Tuhan dan Syurga adalah sakral dalam dunia ghaib, kemudian lilin dan kitab-kitab mcrupakan lambang-lambang dari hal yang ghaib mcnurut Yahudi.8

D. Pengalaman Ibadah atau Ritus
Namun dcmikian tidaklah cukup jika bcnda-bcnda dan wujud-wujud sakral tcrscbut sckcdar ada, tapi eksistensinya harus dipelihara terus mcncrus dan dihidupkan dalam hati pemujanya. Kcpercayaan-kcpcrcayaan yang tcrdiri dari syahadat-syahadat dan mitos-mitos serta pcngalaman-pcngalaman yang tcrdiri dari upacara keagamaan dan pcribadatan mcmbantu untuk tujuan ini (keeksitensiannya). Kepercayaan keagamaan bukan hanya mcngakui keberadaan benda-benda dan makhluk-makhluk ghaib tctapi scringkali mcmpcrkuat dan mengokohkan kcyakinan terhadapnya. Agama juga mencoba mcncoba mcnjclaskan asal-usul makhluk sakral ini, dan bolch dikatakan agama menycdiakan peta dan petunjuk untuk mencapai alam ghaib. Kcpcrcayaan keagamaan dapat dirinci dalam teologi (ilmu yang membicarakan tcntang tuhan) dan kosmologi (ilmu yang membicarakan tcntang alam semesta).
Dalam pembicaraan tcntang agama ini, orang-orang barat terlalu banyak mcnckankan kcpcrcayaan dalam aspck-aspcknya yang lebih intclcktual. Pada pcrsclisihan mcngcnai theologi dan kredo9 yang tclah memainkan pcranan bcgitu pcnting dalam scjarah kcagaaman kita. Akan tctapi untuk memahami agama pada umumnya secara sosiologis, ibadah dan upacara keagamaan barangkali lebih pcnting. Ritus (ibadah) adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat diamati. Ritus ini tcntu saja mcncakup scmua jenis tingkah laku, scpcrti mcmakai jcnis pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mcngucapkan ucapan formal tcrtentu, memuja, bcrpuasa, dan sebagainya.
Dengan dcmikian sifat sakral dalam ritus, seperti halnya benda-benda sakral, tidak tergantung pada cirri hakekatnya tetapi pada mental dan sikap-sikap cmosional kclompok tcrhadapnya dan kcpada konteks sosiokultural ditcmpat dilaksanakannya ritus terscbut.
Pcrbuatan yang sama, misalkan makan bisa bersipa bias dalam satu konteks tcrtcntu, tctapi dalam konteks yang lain justru menipakan hal yang sakral seperti ikut makan pada jamuan perayaan paskah. Dalam kata lain ritus menyatakan atau menunjukkan dengan jelas dalam konteks mana tingkah laku sakral itu terjadi. Ritus juga memberikan peranan tertentu kcpada orang-orang yang ikut andil didalamnya. Dengan pcngulangan-pengulangan secara teratur dan cermat ritus terscbut mcnyalurkan emosi dan juga mcningkatkan kckuatan pcndorong timbulnya emosi terscbut dari symbol-simbol yang dipakai. Jadi, salah satu fungsi pcnting ritus adalah mcmpcrkuat kcyakinan terhadap adanya dunia yang ghaib dan memberikan cara-cara pcngungkapan cmosi keagamaan secara simbolik.

E. Makna Simbol (Lambang)
Dapat dimaknai pcrlambangan yaitu gaya bahasa yang mclukiskan suatu bcnda dengan mcnggunakan bcnda-bcnda yang lain scbagai pcrlambangan.10 Karcna inti cmosi kcagamaan dipandang tidak dapat dieksprisikan, maka upaya untuk itu scmata-mata merupakan perkiraan-perkiraan karena itu bersifat simbolik. Meskipun dcmikian sebagai salah satu cara untuk mcnghidupkan bcnda-bcnda dan makhluk-makhluk sakral yang ghaib dalam fikiran dan jiwa para pemcluk (agama) yang bcrsangkutan.
Simbolismc mcskipun kurang tcpat dibandingkan dengan cara-cara ckspresi yang lebih ilmiah, tetapi mempunyai potensi istimcwa. Karena lambang mampu mengbangkitkan pcrasaan dan kctcrikatan Icbih dari sckcdar formulasi verbal dari bcnda-bcnda yang mereka percayai sebagai lambang tcrscbut. Lambang-lambang tcrscbut scpanjang scjarah mcrupakan pcndorong yang paling kuat bagi timbulnya pcrasaan manusia. Karcna itu tidak sukar untuk dipahami bahwa dimilikinya lambang bcrsama mcrupakan cara yang sangat epcktif untuk mempcrerat pcrsatuan antara pcmcluk agama didunia. Ini tidak lain karcna makna lambang-lambang terscbut menyimpang jauh dari definisi-definisi intclektual sehingga kcmampuan lambang-lambang terscbut untuk mcmpcrsatukan lebih bcsar, sedangkan dcfinisi-dcfmisi itclcktual mcnimbulkan perpccahan. Lambang bisa dimiliki bersama karcna didasari perasaan yang tidak dirumuskan tcrlalu kctat.

F. Nilai-nilai Moral
Pengamalan atau pcmilikan bcrsama kepcrcayaan-kepcrcayaan dan ritus-ritus mcnunjukan bahwa hubungan antara anggota-anggota kclompok dengan hal-hal yang sakral dalam bcberapa hal yang erat sckali hubungannya dengan nilai-nilai moral kelompok itu. Hubungan ini tcrlihat jelas dalam sikap para anggota kclompok pcmeluk agama tertentu. Contohnya, pemeluk agama yang memantang makanan tcrtcntu atau tidak mcnycmbclih binatang tertentu. Scperti orang Hindu, yang memantang untuk mcnyembclih dan memakan lembu. Dan hal itu mcmbantu mempersatukan para pcmeluk agama Hindu scrta mcmbcdakan mereka dari orang-orang muslim dan Yahudi yang makan daging sapi atau lembu dan tidak memakan babi.
Hubungan antara konscpsi (pcmikiran) masyarakat tentang sakral dan nilai-nilai moral kclompok hisa dijclaskan dcngan cara lain. Jcnis hubungan-hubungan yang oleh kclompok tertentu dipcrcayai adanya makhluk-makhluk sakral yang ghaib, dan juga diantara makhluk-makhluk tcrscbut dcngan umat manusia, scring dianggap scbagai pola ideal dari hubungan scsama manusia yang seharusnya ada dalam masyarakat itu scndiri. Nilai-nilai moral yang dibcrlakukan kcpada para pcnghuni alam ghaib itu memberi pcngakuan yang sakral tcrhadap nilai-nilai moral bagi manusia didunia nyala.
Nilai-nilai moral apapun-dan nilai-nilai moral tcrscbut mcncakup aktifitas-aktifitas yang sangat luas-pcnckanan yang dilakukan oleh suatu kelompok kcagamaan pada nilai-nilai tertentu mcmbuat suatu kclompok berbeda dcngan yang lain. Karena nilai ini ditekankan oleh para pendeta, kyai, pcndcta yahudi dan scbagainya dan ditanamkan olch orangtua kcpada anak-anak mcrcka dari gcncrasi kc gcnerasi sclanjutnya. Kita akan mcmahami bahwa kctaatan tcrhadap nilai-nilai moral tcrscbut bcrfungsi menyatukan kclompok pcmeluk kedalam suatu masyarakat moral.

G. Agama Supernatural (Ghaib) dan Agama sckulcr

Agama-agama tradisional didunia, yaitu Budha, Yahudi, Kristen, Hindu dan Islam dcngan penckanan mereka pada yang sakral dan nilai-nilai diluar dunia ini, scmuanya adalah agama-agama supernatural. Akan tetapi terdapat gcrakan-gerakan yang kuat didunia modern yang tidak mcnekankan supernaturalisme, namun memiliki sebagian besar ciri agama. Pergerakan ini mempunyai kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan, simbolisme, dan kelompok-kelompok pemeluk yang taat yang diikat oleh nilai-nilai moral bersama. Misalkan Nasionalismc. fasismc dan komunismc. Dan kita dapat mcnggolongkannya kcpada agama sckulcr.
Mari kita lihat kasus komunisme, tcori komunis menganut pandangan matrealistik tcrhadap masyarakat dan apalagi terhadap alam semesta. Orang-orang komunis sama sckali tidak nicnghormati dan tidak mcngagungkan wujud-wujud supranatural. Sampai sekarang mcreka dengan keras mclarang pengamalan agama supranatural, dan museum mcreka diperuntukkan hagi pengemhangan ateisme dan materialisme ilmiah. Tidak ada tcmpat bagi agama supernatural disini.
Sementara orang barangkali melihat kenyataan atau fakta yang menarik, bahwa mcskipun usaha untuk mempcrtahankan agama-agama supernatural pada banyak orang sekarang diseluruh dunia mcngalami kcmerosotan, namun sikap kaagamaan masih bcrtahan. Sikap ini kelihatannya dengan mudah dapat diarahkan kcmbali mcnuju nilai-nilai nonsupcrnatural, sehingga mcngcsankan tcrhadap kcunivcrsalan agama dikalangan umal manusia. fakta mcngcnai keuniversalan agama ini pada gilirannya akan mcnimbulkan pcrsoalan-persoalan pcnting mengcnai fungsi agama didalam masyarakat.

KESIMPULAN
Dari pcnjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan hahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tcntang kchidupan dalam berhubungan antar kclompok.
Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipcgang dan diputuhi manusia, yang mcmpunyai pcngaruh besar sekali tcrhadap kchidupan manusia schari-hari. Ikatan itu harasal dari suatu kckuatan yang lebih tinggi dari manusia, suatu kckuatan ghaih yang tidak dapat diungkap oleh panca indra.
Sosilogi agama tidak mcnanyakan tcntang hakckat agama, mclainkan mcnyclidiki tempat agama dan pcnganutannya olch masyarakat dalam kchidupan sosial. Agama sangat mcmpcngaruhi pola hidup manusia didalam
kcschariannya, dalani bcrintcraksi dcngan scsamanya.
Kcsakralan tcrwujud karcna sikap mental manusia yang didukung olch pcrasaan. Pcrasaan kagum scndiri scbagai cmosi sakral yang paling nyata. Adalah gabungan antara pcmujaan dan kctakutan. Sakral tercipta karena manusia scndiri.
Nilai-nilai moral apapun-dan nilai-nilai moral tcrscbut mcncakup aktifitas-aktifitas yang sangat luas-pcnckanan yang dilakukan olch suatu kclompok kcagamaan pada nilai-nilai tcrtcntu mcmbuat suatu kelompok berbeda dengan yang lain.

CATATAN-CATATAN

1. 1. P. J. Bouman, Sosiologi Pengertian dan Masalah (Jogjakarta: Yayasan Kanisius, 1976) Cet. 13 hal. 17
2. Zakiah Drajat. llmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 199l) Cet. 8, hal. 3
3. Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek jilid I (Jakarta: UI Press, 1971) hal. 9-10
4. Elisabeth K. Notingham. agama dan masyarakat (Jakarta: Raja Gralmdo Persada. 2002) Cet. 8 hal. 2
5. 1. P. J. Bouman, Sosiologi Pengertian dan Masalah (Jogjakarta: Yayasan Kanisius, 1976) Cet. 13 hal. 126
6. Pendapat ini diungkapkan oleh Walt Whitman, seorang penyair terkenal di Amerika pada era 1819-1892
7. Puis A. Partanto, M dahlah al Bari, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola 1994) hal. 689
8. Elisabeth K. Notingham. agama dan masyarakat (Jakarta: Raja Gralmdo Persada. 2002) Cet. 8 hal. 20-21
9. Pokok kepercayaan agama, faham, kepercayaan
10. Puis A. Partanto, M dahlah al Bari, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola 1994) hal. 708


DAFTAR REFERENSI :

• Nottingham, Elisabeth K, agama dan masyarakat (Jakarta: Raja Gralmdo Persada. 2002) Cet. 8
• Bouman. DR. P. J, sosiologi Pengertian dan Masalah, (Jogjakarta: Yayasan Kanisius, 1976) Cet. 13
• Drajat, Prof. DR. Zakiah. llmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 199l) Cet. 8
• Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek jilid I (Jakarta: UI Press, 1971)
• T'artanto, A Pius, Dahlan, M. Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994)

makalah ini disampaikan pada mata kuliah sosiologi agama semester dua

3/17/2009

Membina Ukhuwah

Pertama mari kita panjatkan rasa syukur dan tunduk kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat kepada kita yang tak terhitung jumlahnya. Dengan nikmatnya kita bisa melaksanakan kewajiban dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Yang telah mempersatukan kaum muhajirin dan anshor dari kalangan yang berbeda sehingga mereka bisa hidup bedampingan dengan penuh kedamaian didalam ukhuwah. Ukhuwah itu pulalah yang menjadi pilar sangat kuat dalam dakwahnya.
Secara bahasa ukhuwah berarti persaudaraan. Nabi Muhammad Saw. Menyebutkan dalam hadisnya bahwa mukmin yang satu dengan yang lainnya adalah bersaudara bagaikan satu bangunan yang memperkuat antara satu dengan lainnya. Hal ini ditegaskan dengan adanya ikatan yang mempertautkan manusia dalam bingkai kehidupan yang rukun karena kesamaan pandangan, tanggung jawab dan kepentingan bersama.
Ukhuwah merupakan kenikmatan yang tiada bandingannya dan tidak dapat digantikan dengan segala bentuk kemenangan dunia. Sebuah kemenangan dunia tidak akan berarti apa apa jika tidak memberikan manfaat dan merusak jalinan ukhuwah yang dibina selama ini. Hanya saja disadari atau tidak, kenikmatan ukhuwah disaat sekarang ini tidak bisa kita rasakan secara utuh, fitnah materi yang mendorong pada melemahnya nilai-nilai ukhuwah. Indahnya kebersamaan dan kecintaan akan lebur digilas oleh pola hidup materialisme. Dengan banyaknya konflik, perpecahan di dalam tubuh islam, apalagi didorong dengan makin panasnya suhu politik menjelang pemilu 2009 ini antar sesama ummat islam saling sikut dan saling senggol demi memenangkan kelompoknya dan tidak memandang manfaat kepada ummat, itu semua merupakan bagian dari pola hidup materialisme.
Untuk menumbuhkan kembali jiwa ukhuwah ini, Imam Hasan Al Banna mengatakan ada tiga hal yang menjadi rukun dalam ukhuwah: (1). Taaruf. Ini merupakan sikap saling mengenal dan saling mencintai dengan ruh Allah. Selain itu taaruf merupakan sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan.
Taaruf bukan sekedar bentuk formalitas dari kehidupan dan bukan berarti mengukur tingkat keimanan, melainkan proses pengenalan dan pengidentifikasian diri seseorang sehingga tidak terjebak pada tindakan yang bersifat ghurur. Hal yang paling dasar dalam pengidentifikasian taaruf ini adalah akhlak. Akhlak inilah yang menjadi pokok penilaian masyarakat terhadap diri kita sehingga mempengaruhi sejauhmana tingkat ukhuwah yang dimiliki selama ini.
Rasulullah Saw. Diawal dakwahnya di utus untuk menyempurnakan akhlak, disaat tingkah laku masyarakat jahiliyah yang semakin jauh dari ridla Allah. Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah.
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini.
Yang menjadi rukun ukhuwan kedua adalah Tafahhum (toleransi). Sikap saling memahami ini merupakan sebuah perwujudan dari menghormati dan menghargai pendapat yang berbeda dari pendapat yang dianutnya sendiri. Namun jangan sampai sikap tenggang rasa ini di jadikan dalil dalam melaksanakan tindakan-tindakan yang bathil. Rasulullah Saw. Mengajarkan toleransi ini tidak hanya pada muslim saja, melainkan non-muslim pun Rasulullah menyuruh kita untuk selalu bersikap toleran. Firman Allah dalam Surah al Kafirun:

لكم دينكم ولى دين
“bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
Ayat ini jelas sekali mengandung unsur toleransi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan ayat ini ketika ada ajakan untuk mengadakan penyembahan bersama dengan orang-orang jahiliyyah. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menolaknya dengan menyampaikan ayat ini kepada kaum kafir Quraisy.
Selanjutnya dari rukun ukhuwah adalah Takafful. Saling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan. Takaful dalam pengertian ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Almaidah:2:

وتعا ونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolonglah kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran".
Ukhuwah adalah modal terbesar kita dalam menciptakan Negara yang aman, saling menghormati, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama. Dengan ukhuwah persatuan dan kesatuan akan terjaga, dan dengan ukhuwah pulalah kita bisa merasakan nikmatnya iman dan persaudaraan.
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab-sebab permusuhan
Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang-orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada dan cinta, yaitu itsar.
Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsure, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta dan kedudukan.